cerpen: Zhen Zeng de Ai by Elisabeth





Setelah hampir 10 tahun lamanya tidak pernah saling bertatap muka. Akhirnya hari ini waktu kembali mempertemukan Fung dengan Mung. Kedua orang yang pernah menjalin hubungan namun kandas dan berpisah sekian lama.
Pertemuan yang secara tak sengaja dijalan setapak persis tempat dimana pertama mereka bertemu.
Dengan jarak pandang 5 meter Fung telah dapat mengenali Mung yang berjalan kearahnya. Segera Fung melemparkan senyumnya yang menawan yang tak pernah berubah sekian dulu. Sementara Mung berjalan mendekatinya dan berhenti dengan jarak 2 meter berdiri dihadapan Fung. Dan Mung hanya membalasnya dengan senyuman tipis.
Sesaat keduanya saling terdiam mengamati keadaan masing-masing. Ada kerinduan terpendam yang terpancar dari mata mereka.
Ketika itu Fung melangkah maju tetapi belum berani terlalu dekat dengan Mung. Takut kalau Mung menghindarinya sedangkan ada sesuatu yang ingin ia sampaikan. Sambil melihat ekspresi Mung, ia kembali tersenyum dan menggumamkan sebuah kalimat dari mulutnya.
" Hari yang ku tunggu akhirnya datang juga. Waktu akhirnya menyerah dan mempertemukan kita kembali. "
Tetapi Mung hanya diam tak menanggapi ucapan Fung. Meskipun antara mengerti dan tidak dengan maksud ucapan Fung. Namun senyum memudar dari bibirnya. Matanya terus mengawasi Fung dengan seksama.
Fung berjalan maju selangkah dan tertawa kecil. Baru melanjutkan kata-katanya.
" Aku tidak tahu bagaimana mengatakannya. Tidak tahu harus memulai darimana. Aku juga tidak pandai membuat kata-kata indah. Hanya saja... Kau tahu.. Aku hanya ingin minta maaf. Dan aku... Aku... Sangat menyesal. Sungguh! " kata Fung penuh sesal.
Ia terdiam sesaat berpikir sebentar baru setelah itu kembali berkata,
" Bisakah kita bersama lagi? Seperti dulu?! "
Rasa kaget sekaligus syok langsung terpancar diwajah Mung. Seperti petir disiang bolong. Tak menyangka dari pertemuan tak terduganya ini, Fung ingin memintanya kembali bahkan justru disaat dia berhenti berharap. Ia mengalihkan pandangan dari Fung. Seperti mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab Fung. Tapi tidak menemukannya. Kini Mung benar-benar dilanda dilema. Sementara Fung hanya menatapnya seakan mengerti. Dengan senyum menawannya, ia kembali berjalan maju selangkah dan melanjutkan kalimatnya.
" Pertanyaanku membuatmu bingung ya?! Baiklah kau tidak perlu menjawab. Jika kau masih menginginkan aku dan memaafkanku, aku akan berjalan selangkah demi selangkah untuk sampai ditempatmu. Tetapi jika tidak, kau boleh berpaling dan pergi menjauh dariku. Anggap saja pertemuan ini tidak pernah ada. "
Dan Fung kembali melangkah maju. Satu langkah pelan sambil menunggu.
Mung masih terdiam dengan pikirannya bagaimana memberi jawaban pada Fung. Sedangkan Fung masih terus maju selangkah sambil tetap menunggu.
Sebenarnya Mung ingin Fung terus melangkah ketempatnya, tetapi dilain sisi Mung tidak boleh melakukannya. Pilihan yang sulit dan Mung tidak suka memilih. Tidak akan jadi masalah jika Mung masih sendiri, tetapi itu sudah berubah. Sejak hari ini, pagi ini, Mung tidak lagi bisa memilih. Pertemuan yang tak terduga dengan Fung membawa kebimbangan sekaligus dilema dalam hatinya.
Mencoba membuka kembali tiap lembar kenangan yang sudah lama ia simpan didasar hati. Kenangan yang kadang-kadang masih sering mengusik. Yang mengharapkan hari seperti ini akan terjadi. Dan hari ini telah terjadi. Tetapi diwaktu yang sangat tidak tepat. Diwaktu Mung sudah benar-benar menyerah dan tidak mau berharap lagi. Dan itu adalah waktu yang telah lama berlalu.
Ditempatnya Fung masih menunggu dan terus berjalan maju selangkah dengan jeda waktu lebih lama. Memberikan Mung waktu untuk berpikir.
Pandangan mata Mung lurus menatap Fung sekilas. Dengan ekspresi datar. Kemudian Mung memejamkan matanya. Mengingat setiap kenangan yang ia lewati bersama Fung.
Semua kenangan muncul dikepala Mung silih berganti dengan cepat.
***
10 tahun yang lalu. Disini, dijalan setapak ini, awal pertemuan Mung dengan Fung. Dari sinilah mereka berkenalan. Dan keesokan harinya Fung langsung menyatakan perasaan suka nya pada Mung. Padahal baru sehari mereka berkenalan. Cinta pada pandangan pertama, mungkin itu yang dirasakan oleh Fung. Sehingga berani menyatakan perasaannya meskipun baru kenal. Tetapi Mung tidak langsung memberi jawaban pada Fung dan juga tidak menolaknya. Mung hanya minta diberi waktu untuk berpikir. Sampai Mung memberikan jawabannya, saat itu hampir setiap hari Fung menunggu Mung dijalan setapak, jika melihat Mung lewat ia akan menghampirinya dan menggodanya. Tetapi anehnya Mung tidak merasa terganggu. Dan terkadang Fung mengajaknya jalan-jalan. Dengan setia Fung masih terus menunggu jawaban darinya.
Hari demi hari berlalu, ketika Mung yakin dengan perasaannya baru akhirnya Mung memutuskan memberikan jawaban yang diharapkan oleh Fung. Sejak hari itulah mereka resmi berpacaran.
Hari-hari yang penuh tawa bersama Fung. Seperti layaknya sepasang kekasih yang baru jadian. Mereka selalu pergi bersama-sama. Melakukan banyak hal bersama. Menghabiskan banyak waktu bersama. Berjalan bergandengan tangan, bernyanyi bersama, berjalan dibawah payung ketika diguyur hujan, bersandar dipeluk Fung sambil menceritakan banyak hal, bermain dibawah rintik hujan, sampai puisi dan surat-surat yang pernah ditulis Fung untuk Mung. Semua masih bisa diingat Mung dengan jelas. Bahkan kenangan yang tidak menyenangkan sekalipun. Yaitu saat ketika Mung dan Fung berpisah hanya karena hal sepele. Karena salah satu tidak ada yang mau mengalah. Dan merasa benar.
Namun beberapa bulan kemudian kembali bersama karena masih ada perasaan, tapi lagi-lagi akhirnya kembali berpisah. Dan masih kembali berulang beberapa bulan setelahnya. Tapi sayang lagi-lagi hubungan mereka kandas. Dan ini yang terakhir. Kali ini penyebabnya adalah kesalah-pahaman. Saat Mung tak sengaja melihat Fung memeluk seorang perempuan yang menangis. Tanpa mendengar penjelasan Fung, Mung langsung menuduh Fung tidak setia dan mengakhiri hubungan mereka. Setelah itu Mung pergi keluar negeri tanpa memberi kesempatan Fung menjelaskan bahwa sebenarnya perempuan itu adalah sepupunya yang baru diputusin pacarnya. Mung baru mengetahuinya dari Jun, teman Fung, setahun yang lalu sekembalinya kekota ini.
Meskipun didalam hati Mung masih memiliki perasaan, tetapi saat tidak ada yang mau mengalah dan terus mempertahankan ego, maka selalu saja perpisahan jawabnya.
Selama hampir sembilan tahun diluar negeri. Tak pernah sekalipun Mung bisa melupakan Fung. Meskipun tak pernah mendapat atau mendengar kabar dari Fung. Begitupun dengan sepulangnya selama setahun disini.
Selama setahun inilah Mung baru belajar mencoba melupakan Fung. Melupakan perasaannya dan berhenti mengharapkannya lagi. Oleh karena itu pagi ini ia berani mengambil sebuah keputusan yang akan mengubah hidupnya dan perasaannya. Walaupun ia masih menyimpan sedikit perasaan pada Fung.
Tapi ternyata tak disangka hari ini tiba-tiba bertemu dengannya. Dan dikejutkan dengan pertanyaannya.
***
Kembali Mung membuka kedua matanya. Sekarang Fung hanya tinggal beberapa langkah lagi untuk sampai ditempat ia berdiri. Fung masih menunggu dan tersenyum padanya. Mung terdiam sesaat. Dan menghela nafas panjang. Ia kembali mengarahkan pandangan kepada Fung. Setelah mengumpulkan sisa keberanian, dengan langkah pasti Mung berjalan menghampiri Fung. Fung menunggu ditempatnya berdiri dengan wajah harap cemas melihat Mung mendekatinya.
Sesampai ditempat Fung, Mung langsung memeluk Fung dengan penuh kerinduan. Seketika wajah Fung berubah ceria. Dan ia membalas pelukan Mung dengan hangat. Mengira itulah jawaban dari Mung yang adalah 'ya' . Fung memeluk Mung semakin erat, menikmati kebahagiaan yang ia rasakan sekarang.
Saat itu dengan suara kecil hampir seperti berbisik. Dan masih dalam pelukan Fung, Mung berkata kepada Fung,
" Hao jiu bu jian mian. Wo hen xiang nian ni. Ni
xian zai geng hao. Wo zong shi zhe yang xiang
bao zhe ni. Dan wo bu neng, dui bu qi. Suo you de
cuo wu, dui bu qi di yi. "
Usai mengucapkan kalimat tersebut Mung melepaskan diri dari pelukan Fung dan berjalan pergi meninggalkannya. Kebahagiaan yang Fung rasakan serta merta hilang. Senyuman tak lagi menghiasi wajahnya berganti kebingungan tak mengerti dengan maksud ucapan Mung.
" Mung.. Kenapa? " tanya Fung.
Mendengar pertanyaan Fung, Mung menghentikan langkahnya. Kemudian berbalik menoleh pada Fung.
" Hari ini aku bertunangan. Dan 3 hari lagi aku akan menikah. " jawab Mung dengan murung.
Seketika perasaan kaget tergambar dari wajah Fung. Dia hanya terdiam dengan perasaan campur aduk. Namun Fung berusaha tersenyum kepada Mung. Ia berjalan menghampiri Mung dan berkata padanya,
" Aku terlambat kalau begitu. Kau tidak perlu minta maaf. Selamat ya! Semoga kau berbahagia. "
" Fung... " panggil Mung dengan perasaan sedih. Sebelum Mung melanjutkan kata-katanya, Fung langsung membungkam mulutnya dengan menempelkan jari telunjuknya kebibir Mung.
" Aku tidak apa-apa. Jangan murung begitu. Tersenyumlah. " ucap Fung.
Mendengar kata Fung, Mung hanya tersenyum tipis.
" Aku akan selalu berdoa agar kau bahagia. " ucap Fung dengan memamerkan senyumnya seperti tidak apa-apa.
Kemudian tanpa berkata lagi ia pergi meninggalkan Mung yang masih mematung.
Beberapa langkah didepan sana, Fung berbalik menatap Mung memamerkan senyum menawannya dan mengucapkan sebuah kata padanya.
" Dan wo reng ran ai ni.. "
Kemudian Fung kembali melangkah pergi. Sementara Mung hanya berdiri diam menatap kepergian Fung yang semakin jauh.
*****
Menjelang hari pernikahan Mung. Semua orang telah siap menunggu acara dimulai. Para tamu undangan, kerabat serta keluarga telah hadir. Sedangkan Mung masih menunggu diruang rias dengan gaun pengantin yang cantik. Bersiap-siap menunggu waktu gilirannya keluar menuju altar.
Seorang wanita memegang buket bunga mawar memasuki ruang rias sambil tersenyum ramah pada Mung, ia menyerahkan buket bunga itu dan merapikan bagian bawah gaunnya. Dibelakangnya menyusul Papa Mung mengulurkan tangan pada putrinya dengan senyum bahagia. Itu berarti tiba giliran Mung keluar dari tempat persembunyiannya. Mung meraih tangan Papanya sambil tersenyum tipis.
Saat Mung memasuki altar, musik mulai mengalun lembut. Mung berjalan dengan perlahan didampingi sang Papa menuju depan altar dimana calon suami Mung menunggu. Para tamu undangan memandangi Mung dengan kagum. Sampai didepan altar Mung berdiri disamping mempelai pria dan Mung memandangnya sebentar. Ia merasa sangat gugup bercampur takut.
Pendeta mulai memberi salam singkat. Setelahnya mulai mengucapkan janji dan kemudian bertanya kepada mempelai pria, dengan cepat sang mempelai pria menjawab.
" Saya bersedia. "
Dan sekarang tibalah giliran sang mempelai wanita untuk menjawab pertanyaan dari pendeta. Setelah pendeta membacakan janji dan bertanya pada Mung, Mung hanya tertunduk diam. Mung hanya menggigit bibirnya. Perasaannya kalut dan kacau. Suasana mendadak hening.
Pendeta kembali mengulangi pertanyaan yang sama kepada Mung.
Dengan perasaan canggung Mung menatap mempelai pria disampingnya. Pria itu tersenyum lembut dan mengangguk pelan menyetujui apapun yang akan dikatakannya pada pendeta.
Mung diam sesaat. Dan dengan yakin Mung mengeluarkan suaranya.
" Tidak.. "
Seketika ruangan yang tadinya hening menjadi gaduh. Para tamu dan keluarga nampak terkejut dengan pernyataan Mung.
" Saya tidak bersedia. " kata Mung sekali lagi dengan lantang.
Suasana ruangan semakin berisik. Terdengar bisik-bisik tamu disana-sini. Papa Mung bangkit berdiri dengan kasar melototi Mung dan berteriak memanggil namanya.
Mung menoleh pada Papa nya dan berkata dengan menyesal.
" Maafkan aku, Pa.. "
Kemudian Mung melemparkan pandangan pada pria disampingnya. Dengan perasaan bersalah Mung berkata padanya,
" Terima kasih banyak. Dan maaf untuk kekacauan ini.. Aku sangat menyesal. Kau pantas mendapatkan seseorang yang lebih baik dariku. "
Pria itu tetap tersenyum ramah dan berbicara sambil menyemangati Mung.
" Tidak apa. Pergilah. Semoga beruntung. Cia you.. ! "
Setelah itu Mung berlari meninggalkan altar dan keluar dari ruangan. Dengan tergesa-gesa sambil menyeret gaun pengantinnya yang panjang Mung berlari menuju ruang rias untuk menanggalkan gaun pengantinnya dan mengganti dengan pakaiannya yang normal. Dan dengan segera pergi meninggalkan gedung itu. Meninggalkan pestanya, keluarganya dan para tamu undangan yang masih berada digedung tersebut dengan perasaan bingung bercampur aduk.
Mung berlari dengan cepat menuju tempat dimana 3 hari yang lalu mempertemukan kembali dirinya dengan Fung. Yang sekaligus merupakan tempat pertama pertemuannya dengan Fung. Sesampai disana dengan nafas terengah-engah Mung mengedarkan seluruh pandangan kejalan setapak itu tapi tidak menemukan Fung. Dipojok jalan dalam sebuah warung nampak seorang yang dikenal Mung duduk disana. Segera Mung menghampirinya.
" Yun, apa kau melihat Fung? " tanya Mung dengan terengah-engah.
" Cari saja dijembatan Tian. Mungkin dia ada disana. " jawab Yun.
" Ok, Xie xie.. " ucap Mung.
Tanpa berpikir lagi Mung langsung berlari menuju jembatan Tian yang tidak jauh dari sana. Sesampai disana Mung tidak melihat ada Fung digerbang jembatan. Mung memutuskan berjalan menyusuri jembatan yang cukup besar itu dengan pandangan mencari-cari sekeliling jembatan. Dan setelah berjalan mencapai pertengahan jembatan barulah Mung menemukan Fung. Fung duduk begitu tenangnya ditepi pagar jembatan. Padahal dibawahnya terbentang sungai yang luas. Mung berjalan perlahan-lahan mendekati Fung.
" Apa kau memutuskan mengakhiri hidupmu disini? "
Suara Mung menyadarkan Fung. Lantas Fung menoleh dan nampak kaget melihat Mung dihadapannya. Segera Fung melompat turun dari pagar jembatan dan menghampiri Mung.
" Mung?! Bukankah seharusnya hari ini kau menikah? Kenapa kau ada disini? " tanya Fung tak percaya.
" Pernikahan dibatalkan. " jawab Mung datar.
" Dibatalkan? Maksudmu diundur, begitu? " tanya Fung masih tak mengerti.
" Tidak. Aku yang membatalkan. Aku meninggalkan pesta. Meninggalkan acara dan semua orang yang ada disana. " jawab Mung merasa biasa saja.
" Apa? Kau tidak boleh melakukan hal itu. Hari ini adalah hari yang penting buatmu. Ayo, aku antar kau kembali. " kata Fung langsung menarik tangan Mung hendak membawanya kembali ketempat resepsi.
Dengan kasar Mung melepaskan pegangan tangan Fung. Fung kaget dan menoleh padanya.
" Apa kau gila? Aku yang mengacaukan pesta. Aku meninggalkan orang-orang dan mempelai pria didepan altar untuk lari kesini. Hanya untuk menjelaskan aku mencintaimu.. " kata Mung dengan suara tinggi.
" Kau.... Tapi.. Aku tidak mau karena kedatanganku yang tiba-tiba kemudian menjadi penghancur hubungan pernikahan kalian. Pokoknya kau harus kembali ke acara pernikahanmu. " balas Fung tetap ngotot.
" Fung, bai tuo la.. Kau tidak menjadi orang yang menghancurkan pernikahanku. Aku sendiri yang menghancurkannya. Karena aku lebih memilihmu. Dan aku yakin aku akan bahagia denganmu. " ucap Mung lirih.
" Aku tidak percaya. Apa yang akan dikatakan calon suami mu?! Dan seandainya saja 3 hari yang lalu aku tidak tiba-tiba mengganggumu, apa kau akan melarikan diri dari pesta pernikahanmu? Pasti kau sudah resmi menjadi seorang istri dan memiliki kehidupan bahagia. Aku menyesal telah menghancurkan hari bahagiamu. " ujar Fung tak kalah sengit karena merasa menjadi penyebab kekacauan ini.
" Fung, dia tidak akan mengatakan apa-apa. Sehari sebelum pernikahan aku sudah bicara dengannya. Dia setuju dan ini kesepakatan kami. Apapun keputusanku dia menyerahkan sepenuhnya padaku. " terang Mung.
Pikiran Mung mengingat kembali kesatu hari sebelum pernikahannya.
Mengingat apa yang ia dan Xiah diskusikan dan menceritakan semuanya pada Fung.
***
Ketika sore itu calon suami Mung, Xiah--duduk diruang tamu rumah Mung sambil membaca. Mung menghampirinya dan meletakkan secangkir teh dihadapannya.
" Boleh aku bicara? " tanya Mung tanpa basa-basi.
" Tentu. Katakan saja. " jawab Xiah lalu menutup bukunya dan memperhatikan Mung.
" Aku.. Apakah kau mencintaiku? " tanya Mung pelan.
" Kenapa kau bertanya begitu? " ujar Xiah menyipitkan matanya tak menyangka akan ditanya begitu.
" Aku hanya ingin tahu seberapa besar kau mencintaiku. Seberapa berarti pernikahan ini untukmu. " jelas Mung tanpa ragu.
" Aku tidak pernah berpikir hal semacam ini penting. Aku kira hanya cukup menjalaninya dengan baik saja. Bukankah pernikahan kita atas kehendak orang tua kita? Apa penting bagi mereka untuk tahu kita saling mencintai atau tidak? " kata Xiah.
" Kurasa tidak. Mereka akan berkata cinta bisa tumbuh belakangan. " tambah Mung membenarkan perkataan Xiah.
" Aku tahu kita memang tidak begitu saling kenal. Hanya karena keegoisan orang tua kita, hanya demi kebahagiaan mereka. Kita harus cepat-cepat membuat sebuah ikatan yang sebenarnya masih terlalu dini untuk kita. Betul kan? " ucap Xiah yang dibalas dengan senyum oleh Mung.
" Apa kau keberatan dengan pernikahan ini? Jujur saja. Aku bisa mengerti. Terus terang untuk pertanyaanmu yang pertama, aku masih belum merasakan sampai ditahap itu. Tapi jika kita resmi menikah nanti, aku janji aku akan menjadi suami yang baik. Aku akan belajar memahami dan mencintaimu seperti keinginanmu. Ku harap belum terlambat. Mengingat kita baru saja kenal sebulan yang lalu. " ucap Xiah bersungguh-sungguh.
Mung kembali tersenyum dan balik bertanya pada Xiah.
" Apa kau keberatan jika pernikahan ini dibatalkan? "
" Tentu saja tidak. Jika itu keinginanmu, aku tidak masalah. Aku tidak ingin kau menjadi tidak bahagia karna menikah dengan orang asing sepertiku. Aku tidak suka orang lain menderita karena aku. Jadi itu keinginan mu? " tanya Xiah balik.
Mung mengangguk pelan. Sambil menatap Xiah, Mung kembali menjelaskan.
" Kau pria yang baik. Bagaimana kau bisa menikah dengan wanita yang hatinya mencintai orang lain? Kau harusnya mendapatkan yang lebih. Aku mungkin bukan orang yang tepat. Aku tidak mau kau dan aku sama-sama menyesal dan menderita. Kita seharusnya bahagia dan bisa bahagia meskipun tidak harus bersama. Bukankah seperti itu? "
" Ya. Kau benar. Lalu apa rencana mu? " tanya Xiah tertarik.
" Aku belum tahu. Apa kau punya ide? " tanya Mung kembali.
Xiah diam tengah berpikir. Kemudian melanjutkan kata-katanya.
" Tidak. Tapi aku punya cara lain, dengan syarat besok kau harus tetap memakai gaun pengantinmu menghadari acara dan berjalan menuju altar. Seperti pesta pernikahan biasanya. Kita tidak bisa membatalkannya tiba-tiba. Undangan sudah terlanjur disebar. "
" Aku mengerti. Lalu seperti apa rencana nya? " tanya Mung antusias.
Xiah mengisyaratkan Mung untuk mendekat dan Xiah membisikkan sesuatu yang harus dilakukan oleh Mung diesok hari. Mung mendengarkan sambil mengangguk paham.
" Ide bagus. Tapi kau yakin tidak keberatan? Mungkin kau dan orang tua kita akan mendapat malu. " tanya Mung sekali lagi meyakinkan.
" Tidak. Aku serahkan semuanya padamu. Apapun keputusanmu besok, aku percaya padamu. Jika kau mengikuti rencana ku, mungkin kita bisa menjadi sahabat baik saja. Dan jika kau memilih untuk menerima aku, aku akan pegang janjiku. Masalah dibuat malu hanya tinggal menunggu waktu yang menghapusnya. Aku akan menjelaskan pada mereka. Hanya cukup buat mereka mengerti. " kata Xiah yakin.
Mung mengangguk dan tersenyum lagi pada Xiah.
" Kau benar-benar baik sekali. " puji Mung kagum.
" Tidak sebaik yang kau pikirkan. Aku hanya melakukan apa yang bisa ku lakukan. Demi kebahagiaan seseorang. Jadi kau memiliki seseorang yang kau cintai? Ah, tidak masalah jika aku tidak boleh tahu. Kau tidak perlu cerita. " ujar Xiah.
Lagi-lagi Mung tersenyum tapi kini disertai tawa kecil.
" Ya. " kata Mung singkat.
Dan Mung menceritakan pada Xiah tentang siapa Fung, bagaimana pertemuannya dengan Fung dan perasaannya yang terkubur 10 tahun kepada Fung sampai pertemuan kembali mereka. Xiah mendengarkan cerita Mung dengan seksama sampai selesai tanpa menyela sedikitpun. Dan tertawa kecil kepada Mung.
" Cerita yang bagus. Aku bahkan tidak pernah memiliki kisah seperti itu. " puji Xiah pada Mung.
" Mungkin suatu hari kau akan punya. " goda Mung.
" Ya, semoga saja. Baiklah, kau sebaiknya istirahat. Aku akan pulang, hari sudah mulai gelap. Persiapkan dirimu untuk besok pagi. Jangan sampai kelelahan. " pesan Xiah sambil bangkit berdiri dan hendak pergi.
" Baik. Terima kasih untuk pengertianmu. Kau benar-benar pria yang baik. " puji Mung lagi.
" Kau terlalu berlebihan. Ok, Wo zou le.. Bye....! " pamit Xiah sambil melambaikan tangan.
" Xiao xin.. " pesan Mung.
***
Begitulah percakapan antara Mung dan Xiah sehari sebelum pernikahan mereka. Mung tersadar kembali dari ingatannya. Fung mencoba mencerna tiap detail cerita Mung.
" Jadi kau dijodohkan? " tanya Fung.
Mung menjawab dengan anggukan ya.
" Sekarang kau yakin kan bahwa kau tidak menghancurkan pernikahan orang? " ujar Mung meyakinkan Fung.
Dan Fung hanya mengangguk sedikit.
" Tapi aku tetap merasa tidak enak. Bagaimana dengan orang tua mu? Orang tua calon suami mu? Kerabat, teman serta semua yang mengetahui berita heboh ini? " gumam Fung.
" Namanya Xiah. Jangan sebut calon suami ku. Aku tidak akan menikah dengannya. Mereka itu urusanku. Paling Mama Papa akan memarahiku habis-habisan atau menghukumku atau malah mengusirku. " terang Mung bergidik ngeri membayangkan kemarahan orang tuanya terutama Papa.
" Urusanmu sekarang juga urusanku. Baiklah aku tidak akan menyebut begitu. Aku juga tidak suka mengatakannya. Kalau orang tua mu mengusirmu kau bisa tinggal denganku. " kata Fung senang.
" Aku tidak akan tinggal denganmu sampai kau menikahiku. " protes Mung.
" Ok, lantas kau mau tinggal dimana? Tidak mungkin dijalanan kan! " ucap Fung mengejek.
" Tidak mungkin juga dirumahmu. " balas Mung tak mau kalah.
" Baiklah. Terserah kau saja. Ayo kita pergi. " ajak Fung lalu melingkarkan tangannya dipundak Mung mengajaknya pergi.
" Kau tidak jadi bunuh diri ya? " goda Mung.
" Siapa yang mau bunuh diri. Aku hanya duduk mencari angin saja. Lagipula kalau aku mati bagaimana nasib wanita yang disampingku ini. Bisa nangis berbulan-bulan. " ejek Fung sambil tertawa.
" Tidak akan seperti itu. " ucap Mung.
" Lalu seperti apa? " tanya Fung penasaran.
" Ikut mati saja. " jawab Mung sambil tertawa.
" Tidak lucu. " gumam Fung.
Keduanya berjalan menyusuri jembatan Tian sambil bergandengan tangan. Kebahagiaan terpancar dari wajah keduanya. Kerinduan yang terpendam sekian lama akhirnya terobati. Dengan kebersamaan sekarang ini. Kembali dengan membuka lembaran baru. Cerita baru bersama Fung meninggalkan kisah lama yang tak sempurna.
Kegagalan dimasa lalu tak akan berlaku kembali dimasa kini. Dimana kini Mung dan Fung telah tumbuh dewasa meninggalkan keegoan dulu dimasa remaja disaat mereka bertemu.
Tak terasa langit mulai gelap menyisakan setitik cahaya keemasan diufuk barat. Lampu-lampu mulai menyala. Fung dan Mung meninggalkan jembatan Tian dan beristirahat ditaman dekat jembatan Tian. Musim semi belum berlalu, bunga-bunga masih tampak bermekaran. Mereka duduk disebuah bangku dibawah pohon maple. Fung duduk disamping Mung dan mendekapnya dengan erat.
" Mung.. " panggil Fung lembut.
" Ya! " jawab Mung.
" Apa kau bahagia? " tanya Fung.
" Tentu saja. Ada kau disampingku. " jawab Mung terus terang.
" Apa kau tahu. Selama ini aku berharap bisa bertemu lagi denganmu. Aku ingin meminta maaf atas kesalahanku dulu. Aku menyesal karna tak mau memahamimu. Aku terlalu egois waktu itu. " terang Fung serius.
" Dulu kita masih muda. Sama-sama egois dan tidak mau mengalah. Terlalu gengsi dan mempertahankan harga diri. Makanya selalu gagal. Aku juga menyesal karna langsung pergi tanpa mau mendengar penjelasanmu lebih dulu. " tambah Mung.
" Itu tidak seberapa. Aku sungguh menyesali kebodohanku. Tapi setelah kau benar-benar menghilang aku baru sadar, tidak ada gadis yang lebih baik darimu. Yang bisa menerima aku baik dan buruk, siapa dan bagaimana aku. Kau satu-satunya yang terbaik dari semua gadis yang kukenal. " kata Fung lagi.
" Jadi gadismu banyak sekali ya? Yah aku mengerti. Memang susah jadi orang tampan. " ejek Mung mencibir.
" Mung.. Aku sungguh-sungguh. Aku tahu aku salah. Kadang aku tidak setia. Tapi mulai saat ini aku adalah pria yang setia. Mataku hanya untuk melihatmu, hatiku hanya untuk mencintaimu, tanganku hanya untuk memelukmu, dan bibirku hanya untuk menciummu. Aku tidak mau kehilangan kau lagi. " ucap Fung dengan lembut.
" Lalu apa aku juga suka harus kehilanganmu? Kau satu-satunya yang menancapkan cinta yang paling dalam kehatiku. Sepuluh tahun tidaklah cukup untuk melupakan rasa cinta itu sekaligus perihnya rindu. Meski aku pergi jauh dari tempat ini, tetap percuma. Kenangan bersamamu masih sangat jelas, mengikutiku kemana-mana. Aku seperti buronan tidak bisa lari atau bersembunyi. " kata Mung menjelaskan perasaannya.
" Lalu mengapa kau memilih menikah dengan orang yang tidak kau cintai? " tanya Fung ingin tahu.
" Pertama, jelas demi kebahagiaan Papa Mama. Karena Xiah adalah anak dari teman baiknya Papa. Makanya Xiah dijodohkan denganku karna aku tahu dia baik. Dan kedua, aku menyerah. Aku yakin percuma berharap terlalu lama. Menyimpan perasaan ini begitu lama, karna aku tidak pernah lagi bertemu denganmu. Kupikir jika menikah aku bisa melupakanmu. " jawab Mung apa adanya.
" Tapi akhirnya kita bertemu kan. Dan kau tetap memilihku. Padahal aku kira kau akan benar-benar menikah. " kata Fung.
" Karena aku tak bisa membohongi diriku yang masih mencintaimu. Jelas sekali sangat ingin bersamamu. Tak peduli berapa kali gagal dan sakit hati dulu. Apalagi ternyata perasaan mu juga sama sepertiku. Rasanya sudah teramat sempurna. Aku tidak mau menyesal dengan memilih yang tidak ku inginkan sedangkan yang aku inginkan jelas-jelas nyata bisa kuraih. Makanya aku berbicara dengan Xiah. Dan untungnya dia mengerti. Aku benar-benar sangat berterima kasih padanya. Sekaligus merasa sangat bersalah. " jelas Mung.
" Yah mungkin suatu hari aku bisa bertemu dengan Xiah untuk mengucapkan terima kasih dan perasaan bersalah ku juga. " usul Fung.
" Tentu saja. Kita bisa pergi makan bersama. " tambah Mung setuju.
" Mung.. Aku sangat bahagia. Sangat.... " ucap Fung lembut.
" Aku juga. Zhen de hen ai ni. Sekarang kita akan memulai lagi dari halaman baru dan membuang lembaran-lembaran yang lama. " balas Mung.
" Ya. Aku yakin sekarang kita akan menciptakan sebuah kisah yang benar-benar sempurna. Ing wei wo ye zhen de hen ai ni, dao yong yuan bu hui gai pian. " ucap Fung menimpali.
" Mungkin ini yang dinamakan cinta sejati?! Seperti kata orang kalau jodoh memang tidak kemana. " ujar Mung tersenyum.
" Ying wei ni shi wo zhen zheng de ai. Kita akan tetap bersama selamanya. " balas Fung ikut tersenyum.
" Sudah malam. Kau siap pulang? " tanya Fung kemudian.
" Siap atau tidak bagaimanapun harus pulang. " jawab Mung.
" Apa perlu aku menjelaskan pada Papa mu? " tanya Fung khawatir.
" Tidak perlu. Aku bisa mengatasinya sendiri. " kata Mung menenangkan Fung.
" Baiklah. Aku percaya padamu. Kalau ada apa-apa cepat hubungi aku, ok! Ayo aku temani sampai rumah! " ajak Fung kemudian mereka berjalan pulang menuju rumah Mung.
*****
Rumah Mung terlihat sepi. Lampu dalam rumah pun tidak dinyalakan. Hanya menyisakan lampu teras depan yang menyala terang. Fung mengecup kening Mung sebelum pergi.
Mung memasuki rumahnya. Kebetulan membawa kunci sendiri. Dengan pelan memutar kunci dan membuka pintu. Ruangan sangat gelap tak nampak oleh apapun. Sambil meraba Mung mencari tombol lampu dan menekannya. Baru kembali mengunci pintu dari dalam.
Setelah pintu terkunci Mung membalikkan badan dan hampir saja berteriak terkejut. Ternyata Papa nya sudah berdiri dihadapannya dengan wajah menahan amarah.
" Darimana saja kamu? " bentak Papa sambil melototi Mung.
" Dari.. " Mung tidak tahu harus menjawab apa. Dia tak menyelesaikan kalimatnya hanya diam menggigit bibir. Nyalinya menciut.
" Kau tahu apa yang kau lakukan hari ini? Kau membuat malu keluarga. " bentak Papa lagi.
" Maaf.. " kata Mung lirih hampir berbisik. Menunduk tak berani memandang wajah Papanya.
" Seharusnya kau bilang sama Papa kalau kau tidak mau menikah dengan Xiah. Maka Papa akan dengan segera membatalkan perjodohan kalian. Tidak perlu sampai kejadian seperti ini. " kata Papa mulai mengontrol emosinya.
" Sudahlah. Papa sudah mendengar semuanya dari Xiah. Kapan-kapan Papa perlu bertemu pria seperti apa yang bisa membuatmu melakukan hal gila semacam ini. Sudah malam pergilah istirahat. " kata Papa kemudian pergi keruang tengah.
Meski masih marah namun berusaha meredam emosinya. Sepertinya tidak terlalu menyalahkan Mung. Entah seperti apa cerita Xiah pada Papa Mung sehingga bisa meyakinkan Papa Mung.
Sementara Mama Mung menghampiri Mung dan menyemangatinya. Bahwa Papa sedang emosi dan semua akan baik-baik saja.
" Jadi Mama tidak marah padaku? " tanya Mung pelan.
" Tidak ada yang harus Mama marahi. Semua sudah terjadi. Kau punya alasan melakukannya. Seharusnya Mama dan Papa tidak memikirkan diri sendiri. Dan lebih terbuka padamu. Mungkin itu tidak akan terjadi. " kata Mama dengan penuh kasih.
" Tapi Mama dan Papa pasti sangat malu. Begitu juga orang tua Xiah. Bagaimana hubungan Papa dengan Papa Xiah? Mereka pasti jadi tidak akur. " ujar Mung mengutarakan kekhawatirannya.
" Itu hanya masalah waktu. Papa dan Papa Xiah masih tetap berteman. Xiah sudah menjelaskan pada kami. Dan kami merasa ini memang kesalahan kami sebagai orang tua yang egois. Anggap saja ini sebagai pelajaran. Sudahlah sebaiknya kau istirahat. Jangan berpikir yang tidak-tidak. Semua baik-baik saja, ok! " ucapan Mama membuat perasaan damai dan tenang dihati Mung.
Mung kemudian mengangguk sambil tersenyum pada Mamanya. Setelah mengucapkan selamat malam ia lalu bergegas naik keatas kamarnya.
Rasa lega dihati Mung karna tidak perlu menjelaskan apa-apa pada Papa. Dan ternyata Mamanya bisa mengerti. Mung menyalakan lampu kamarnya hingga cahaya terang memenuhi seluruh kamar. Fung yang sebenarnya dari tadi bersembunyi diluar melihat kamar Mung yang sudah terang. Lantas mencari batu kerikil disekitar jalan dan melemparnya kejendala kamar Mung hingga menimbulkan suara tuk tuk. Kekhawatiran membuat Fung tetap menunggu sampai ia merasa Mung baik-baik saja.
Fung melemparkan kerikil kecil sekali lagi. Lalu jendela terbuka. Mung melongo keluar jendela. Fung melambaikan tangan pada Mung yang dibalas senyuman oleh Mung.
Dengan tanda isyarat dan tak bersuara Fung mengucapkan kalimat ' Apa semua baik-baik saja? '.
Dan Mung membalasnya dengan membentuk ujung jari telunjuknya menempel pada ujung jempol mengisyaratkan tanda ' ok '.
Fung tersenyum lega mengetahui Mung baik-baik saja.
Kemudian Fung membalasnya dengan tanda isyarat lagi sambil mengucapkan kalimat tanpa suara ' aku pulang dulu. Kamu istirahat ya '.
Mung mengangguk mengiyakan dan melambaikan tangan pada Fung. Fung juga balas melambai dan Mung baru menutup jendela kamarnya setelah Fung pergi.
*****
6 bulan berlalu setelah kejadian itu. Semua kembali normal. Tidak ada lagi yang mengungkit-ungkit masalah gagalnya pernikahan itu. Semua orang seperti lupa dengan kejadian memalukan tersebut.
Hubungan Mung dan Fung tetap berjalan baik. Meskipun terkadang ada sedikit masalah atau perbedaan paham mereka bisa menyelesaikannya dengan pikiran terbuka. Tidak lagi mengutamakan ego.
Dan hari ini merupakan hari yang istimewa. Dimana Fung akan bertemu dengan Papa Mung untuk pertama kalinya. Seperti permintaan Papa Mung 6 bulan yang lalu untuk bertemu Fung. Dengan begitu Mung tidak perlu ragu lagi mengenalkan Fung sebagai pilihan Mung tanpa perlu menjelaskan dengan susah payah. Dan hari ini juga adalah hari pertama Fung dan Mung janjian bertemu Xiah disebuah cafe. Seperti janji Mung mengajaknya makan bersama.
Mung berjanji akan menemui Fung ditaman dulu. Sengaja Fung meminta Mung menemaninya sebentar sebelum kerumah Mung untuk menemui Papanya.
" Bagaimana? Apa aku sudah rapi? " tanya Fung meminta pendapat Mung atas penampilannya.
Mung memperhatikannya dari kepala sampai kaki. Karena cuaca mulai terasa dingin Fung mengenakan sweater rajut berwarna merah berkerah tinggi dengan celana hitam panjang. Gaya pakaian yang simpel dan memang cocok dengan Fung. Selanjutnya Mung mengangkat kedua jempolnya dengan tersenyum lebar.
" Rambutku bagaimana? Tidak terlalu panjang kan? " tanya Fung lagi sambil merapikan rambutnya yang tidak sepanjang kemarin dengan jari-jarinya.
Mung hanya menggeleng-gelengkan kepala merasa geli melihat tingkah Fung. Lalu Mung berkata,
" Kau hanya bertemu dengan Papa. Bukan bertemu dengan Kaisar. Seperti apapun kau tetap terlihat tampan bagiku. Ayo kita pergi. Kau tidak mau membiarkan Papa menunggu lama kan. "
Lalu Mung merangkul lengan Fung menyeretnya pergi.
" Hanya memastikan agar Papa mu menyukaiku. Jadi aku tidak perlu terus diam-diam mencuri putrinya untuk bersamaku. " goda Fung sambil melirik Mung.
" Tenang saja. Papa pasti akan menyukaimu. " ucap Mung yakin.
Satu jam kemudian mereka sampai dirumah Mung. Fung berhenti sebentar didepan pintu karena merasa gugup.
" Aku deg-degan. " bisik Fung ditelinga Mung.
" Tenang saja. Semua beres. " kata Mung lalu kemudian ia membuka pintu rumahnya yang memang tidak dikunci.
Dan seketika pintu terbuka nampak Papa Mung diruang tamu sedang menunggu kedatangan mereka. Mung langsung menarik Fung kehadapan Papa nya dan memperkenalkan Fung padanya.
" Papa, ini Fung! " kata Mung memberi tahu Papanya.
Fung tersenyum dan mengangguk hormat sambil menjabat tangan Papa Mung. Sekilas Papa Mung memperhatikan Fung dari kepala sampai kaki. Terus mengangguk-angguk, setelah terdiam sebentar kemudian tersenyum. Mung dan Fung hanya saling menatap tak mengerti dengan sikap Papa Mung.
" Cuaca sudah mulai dingin ya. Sebentar lagi masuk musim dingin, kuharap kalian memiliki pakaian yang cukup hangat untuk melindungi kalian. Aku akan mengecek pemanas dulu. Kalian bersenang-senanglah. " kata Papa Mung sambil berlalu pergi.
Mung menatap Fung sambil mengangkat bahu, sama tak mengerti dengan Fung.
" Jadi apa itu artinya aku diterima? " tebak Fung bertanya-tanya.
" Sepertinya. " balas Mung menyandarkan kepala kepundak Fung.
" Lalu dimana Mama mu? " tanya Fung penasaran dengan sosok Mama Mung.
" Mungkin dihalaman belakang. Kau mau menemuinya? Ayo.. " ajak Mung.
Dan mereka berjalan masuk dalam rumah menuju halaman belakang. Benar saja Mama Mung berada disana dengan kesibukannya menyapu dedaunan kering yang menutupi halaman. Mung dan Fung menghampirinya. Tanpa malu-malu Mung memperkenalkan Fung sebagai pacar kepada Mamanya. Mama Mung menyambutnya dengan senang. Mereka kemudian duduk-duduk diteras halaman, berbicara sambil minum teh hangat. Mama Mung sepertinya sangat tertarik dengan Fung. Ia sering kali bertanya pada Fung tentang kesehariannya. Fung juga menjawabnya dengan senang hati. Setelah puas berbicara banyak dengan Fung. Mama Mung meninggalkan mereka berdua, kembali dengan kesibukannya.
" Kau tidak lupa hari ini ada janji bertemu Xiah juga kan! " kata Mung mengingatkan.
" Ya. Tentu saja aku ingat. Aku kan harus menyampaikan permintaan maaf sekaligus terima kasih juga padanya. " jawab Fung santai.
" Kalau begitu sebaiknya kita berangkat sekarang. Tidak baik membiarkannya menunggu lama. " usul Mung.
" Ok. " setuju Fung.
Setelah berpamitan dengan Mama dan Papa Mung, mereka lantas berangkat menuju sebuah cafe tempat dimana mereka bertiga janji bertemu.
Suasana dalam cafe agak ramai. Sedangkan hari masih sore. Mung mengedarkan pandangan kesekeliling cafe. Dan tidak menemukan Xiah.
" Sepertinya kita datang duluan. Duduk disana saja ya! " usul Mung menunjuk kesebuah meja kosong dipojok yang menempel dengan dinding kaca.
Fung mengangguk dan mengikuti Mung berjalan kemeja tersebut. Seorang pelayan datang menawarkan pesanan. Setelah mencatat sesuatu yang dipesan Mung dan Fung dinote nya, pelayan itu segera meninggalkan mereka.
Pandangan mata Mung terus terarah kepintu masuk cafe. Menunggu kedatangan Xiah dengan pandangan mengitari seluruh isi cafe. Selang beberapa menit seorang pelayan muncul membawa minuman yang dipesan Mung dan Fung lalu meletakkannya diatas meja.
Ruangan dalam cafe cukup hangat, jadi Mung tidak merasa dingin. Di angkatnya cangkir berisi teh hangat dan meminumnya seteguk. Lumayan untuk mengusir rasa dingin.
Saat itu dari arah pintu muncul seseorang yang ditunggu-tunggu. Pria itu berdiri disamping pintu dan mengedarkan pandangannya keseluruh cafe.
" Itu dia. " kata Mung memberi tahu Fung. Fung lantas menoleh kearah pintu masuk.
Kemudian Mung berdiri dari tempat duduknya sambil melambaikan tangan kepada Xiah. Dengan mudah Xiah dapat mengenali Mung. Ia lalu berjalan menuju tempat Mung dan Fung berada. Dan bergabung dengan mereka.
" Maaf, aku terlambat. Sudah lama menunggu? " tanya Xiah ramah.
" Tidak. Kami juga baru sampai. Oh ya, Xiah kenalkan ini Fung. " kata Mung sembari mengenalkan Fung pada Xiah. Dan Xiah menjabat tangan Fung sambil tersenyum hangat.
" Oh, jadi kau rupanya. Senang bisa bertemu denganmu. " ucap Xiah.
" Ya. Sepertinya Mung sudah cerita banyak kepadamu. Ku harap dia tidak menceritakan sesuatu yang jelek tentang ku. " goda Fung sambil melirik Mung.
" Hahaha.. Tenang saja. Dia tidak mengatakan sesuatu yang jelek padaku. " balas Xiah tertawa.
" Jadi sudah selesai membicarakan aku? Jika sudah sebaiknya kita memesan sesuatu untuk dimakan. Hari ini rencananya Fung akan mentraktir kita makan. Jadi sebaiknya tidak disia-siakan! " kata Mung dan memanggil pelayan yang berdiri tidak jauh dari meja nya.
" Surprise sekali. Tidak apa, aku bisa bayar makananku sendiri. Aku merasa tidak enak harus dibayar oleh seorang yang baru kukenal. " tolak Xiah sopan.
" Tidak perlu sungkan. Kita ini teman bukan?! Lebih tepatnya baru mulai berteman. Jadi anggap saja sebagai salam perkenalan. " ujar Fung hangat.
" Itu terlalu berlebihan, ku rasa. Tapi jika kau memaksa ya baiklah. Ngomong-ngomong aku kuat makan loh! " kata Xiah nyengir.
" Tidak masalah. Makanlah sepuasmu. " balas Fung.
Pelayan datang menghampiri meja Mung, Fung dan Xiah duduk. Lalu menyerahkan daftar menu kepada ketiganya. Setelah melihat-lihat mereka memutuskan beberapa menu yang akan dipesan. Pelayan menuliskan nama-nama menu yang mereka pesan dinote nya dan kemudian pergi. Selang 20menit pelayan lain datang membawa menu makanan yang mereka pesan dan menghidangkannya diatas meja. Dan mereka pun segera menyantapnya selagi hangat. Sambil makan pun mereka masih menyempatkan berbicara dan bercanda bersama. Selesai menghabiskan makanannya, mereka memesan minuman hangat lagi dan tidak lupa membawa piring kotornya.
Hari mulai gelap, matahari hampir tenggelam sepenuhnya. Mereka masih betah bercanda dan bercerita dalam cafe. Saling mengakrabkan diri. Sementara Fung mencari waktu yang tepat untuk mengutarakan rasa bersalahnya. Saat tiba-tiba Mung meninggalkan Fung dan Xiah untuk ketoilet, saat itulah Fung berbicara empat mata pada Xiah.
" Xiah, aku minta maaf padamu. " ucap Fung tulus.
" Maaf?! Aku rasa kau tidak melakukan kesalahan apa-apa. Kita bahkan baru bertemu. " kata Xiah tak mengerti maksud ucapan Fung.
" Memang. Aku hanya merasa bersalah atas kejadian 6 bulan yang lalu. Seandainya aku tidak datang mengganggu Mung, pasti sekarang kalian sudah jadi sepasang suami istri. " kata Fung merasa tak enak.
" Kejadian itu sudah tidak perlu diungkit lagi. Justru aku yang harus berterima kasih, karna kau...... mencintainya. Sedangkan aku tidak. Kau lebih paham bagaimana cara menyenangkannya dan menjaganya. Dan aku harus belajar lebih banyak. Kau lebih pantas untuknya. Yang terpenting adalah kalian saling mencintai. " jelas Xiah dengan kesungguhan.
" Aku hanya merasa tidak enak. Aku tiba-tiba datang dan menghancurkan kebahagiaan orang lain. Bahkan membuat malu mereka. " ucap Fung lagi.
" Aku yakin Mung akan lebih bahagia dengan pilihannya sendiri. Aku rasa dia pasti akan menyesal jika seandainya dia tidak membatalkan pernikahannya waktu itu. Percayalah padaku. Kau tidak perlu merasa tidak enak padaku. Aku tidak pernah menyalahkan siapa-siapa apalagi kau. Aku justru merasa sangat bebas sekarang. " kata Xiah menyemangati Fung.
" Terima kasih. Benar kata Mung kau memang orang yang baik. " puji Fung membenarkan ucapan Mung tentang Xiah.
" Tidak sebaik itu. " balas Xiah merendah.
Setelah melihat Mung yang berjalan kembali menuju meja Fung dan Xiah. Kedua pria itu tak melanjutkan pembicaraannya.
" Sedang membicarakan apa? " tanya Mung begitu sampai.
" Tidak ada. Hanya basa-basi. Kau tahu bagaimana bila para pria berkumpul. Mereka hanya berbicara omong kosong saja. " jawab Xiah bercanda sedang Fung tertawa kecil.
Suasana cafe semakin ramai. Diluar nampak sudah gelap. Hanya lampu-lampu yang dinyalakan untuk menggantikan sang matahari menerangi kota. Sejenak Xiah melirik arloji ditangan kirinya. Mengingat masih ada janji dengan teman, lantas ia berpamitan pada Fung dan Mung.
" Wah tak terasa sudah malam. Maaf, aku pamit duluan. Aku masih ada janji dengan teman. Jadi tak masalah kan, ku tinggalkan kalian berdua. " ucap Xiah melirik Mung dan Fung bergantian.
" Ya, tidak apa. Sebentar lagi kami juga akan pulang. " kata Fung.
" Wah, apa dia teman yang special? " tanya Mung menggoda.
" Tidak. Hanya sekumpulan pria yang sedang menikmati hidup saja. " jawab Xiah tertawa.
" Oh aku salah. Maaf. " kata Mung merasa tak enak hati.
" Tidak masalah. Baiklah kalau begitu aku duluan! " pamit Xiah kemudian bangkit berdiri dan menjabat tangan Fung.
" Senang bertemu denganmu. " ucap Xiah.
" Sama-sama. Lain kali kita bisa makan bersama lagi. " balas Fung.
" Tentu. Dan untuk lain kali biar aku yang membayar. " setuju Xiah diselingi tawa.
Kemudian berpamitan dengan Mung setelah itu ia pergi meninggalkan cafe. Setelah Xiah pergi Fung memanggil seorang pelayan dan meminta bon tagihan. Pelayan memberikan bon sementara Fung membayar jumlah tagihan yang tertera disana. Baru kemudian Fung dan Mung meninggalkan cafe.
Mereka berjalan kembali menuju arah pulang. Udara malam ternyata lebih dingin. Sebelah tangan kanan Mung digenggam oleh Fung sedangkan sebelahnya dimasukkan kedalam jaket. Fung terlihat biasa saja dengan sebelah tangannya yang telanjang seperti tak merasa kedinginan.
" Kau mau langsung pulang? " tanya Fung menatap Mung.
" Memangnya kau masih ingin kemana? " Mung bertanya balik.
" Apa kau keberatan jika kita pergi ketaman sebentar sebelum pulang? " tanya Fung lagi.
" Tentu saja tidak. " jawab Mung yang dibalas senyuman oleh Fung.
Mereka pun berjalan menuju taman yang berada didekat jembatan Tian yang searah dengan rumah Mung. Sesampai ditaman Fung mengajak Mung duduk dibangku yang dulu pernah diduduki, dibawah pohon maple. Fung menempelkan tubuhnya lebih rapat kepada Mung sambil memelukknya.
" Apa kau dingin? " tanya Fung memulai pembicaraan.
" Tadinya. Tapi sekarang ada kau yang memelukku jadi tidak merasa dingin. " jawab Mung sembari menatap Fung penuh arti.
" Harusnya tadi kau membawa sarung tangan. Ingat kata Papamu agar memakai pakaian yang hangat supaya tidak kedinginan. " kata Fung mengingatkan Mung.
" Ya. Tidak hanya aku, kau juga. Memangnya kau tidak kedinginan? " tanya Mung.
" Tidak. Baru permulaan musim dingin tidak membuatku sampai gemetaran. Tunggu sampai salju turun, mungkin aku tidak akan mau jauh-jauh dari pemanas. " jawab Fung nyengir. Sedangkan Mung hanya tertawa.
" Mung, wo ai ni.. Zhen de hen ai ni.. " bisik Fung ditelinga Mung.
" Wo ye hen ai ni. Selamanya mencintaimu! " balas Mung juga.
" Benarkah? " tanya Fung senang.
" Hu-um.. " angguk Mung pada Fung.
" Kalau begitu aku sudah tidak perlu ragu. " ucap Fung tiba-tiba.
Mung menyipitkan matanya tak mengerti dengan maksud Fung. Dan Mung membetulkan duduknya dan bertanya pada Fung.
" Maksudmu? "
Fung tersenyum penuh arti pada Mung. Sebelah tangan kanannya mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Kemudian Fung berdiri dan jongkok dihadapan Mung yang sedang duduk dengan perasaan bingung. Lalu Fung menarik tangan kanan Mung dan menyematkan sebuah cincin dengan batu swarovsky mungil berkilau ditengahnya kejari manis Mung. Dan mengecupnya. Cincin itu sangat pas sekali dengan ukuran jari Mung. Setelah itu Fung menggenggam kedua tangan Mung dan menatapnya dengan penuh cinta.
" Mung, gadis yang paling kucintai, aku telah menunggu lama saat seperti ini terjadi. Saat dimana waktu mempertemukan aku denganmu lagi. Saat dimana aku bisa memperbaiki semua kesalahanku dulu. Dan saat aku bisa mengungkapkan semua perasaan menyesal sekaligus keinginanku untuk bersamamu lagi. Saat aku yakin hanya kau yang aku inginkan. Hanya kau yang memiliki hatiku. Saat waktu memberiku kesempatan sekali lagi. Dan inilah waktu itu. " kata Fung mengutarakan perasaannya dengan tulus.
Sedangkan Mung tersenyum padanya sambil terus mendengarkan dengan seksama. Fung kembali melanjutkan.
" Aku sangat berterima kasih padamu. Karna kau mau menerima aku kembali. Setelah sekian lama kau masih menyimpan hatimu untukku. Dan mau memaafkan segala kesalahanku. Dan mulai sekarang aku yakin telah berubah. Tidak lagi menjadi aku yang egois dan bodoh seperti dulu. Karena aku tak mau kehilanganmu lagi. Sekarang maupun selamanya, kau adalah cintaku. Aku mencintaimu. Kau adalah segalanya buatku. Yang paling berarti bagiku. "
Fung masih terus menggenggam tangan Mung sambil terus menatapnya. Sedang Mung masih diam mendengarkan. Fung bertanya sebuah pertanyaan yang tak disangka Mung akan diucapkan Fung secepat ini.
" Dengan begitu apa kau bersedia menjadi pendamping hidupku? " ucap Fung dengan penuh kesungguhan.
Mung tersenyum senang dan masih tak percaya, ia bertanya pada Fung.
" Kau melamarku? "
Fung tertawa kecil dan berkata,
" Apa ini seperti melamar? "
" Mungkin. Tapi entah menurutmu. Tapi yang jelas aku mau. " ucap Mung yakin sambil tersenyum bahagia.
" Kau bersedia? " tanya Fung sekali lagi.
" Aku bersedia. " jawab Mung sangat yakin.
Akhirnya Fung berdiri dan duduk disamping Mung memeluknya lagi dengan erat sambil mengecup keningnya. Dan berbisik,
" Terima kasih! Aku sangat bahagia mendengarnya. "
" Aku juga. " setuju Mung membenamkan wajah kedalam dada Fung.
" Jadi tidak lama lagi kita akan menikah? " tanya Mung tiba-tiba.
" Menikah? Ku pikir kita masih punya banyak waktu memikirkan hal itu. Jika kau tidak mau terburu-buru, kita bisa menundanya. Lagipula ini bukan lamaran resmi. " jelas Fung pada Mung.
Dan Mung mendongakkan kepalanya menatap Fung tak mengerti.
" Aku akan melamarmu secara resmi didepan Papa dan Mama mu. Jika nanti kau benar-benar siap ingin menikah denganku. " jelas Fung lagi menjawab ketidak mengertian Mung.
" Kapan pun aku pasti siap. " ujar Mung menempelkan kembali wajahnya dalam dada Fung.
" Yah.. Asal kau tidak melarikan diri disaat pendeta membacakan janji. " goda Fung menertawai Mung.
" Hei... " gumam Mung tidak suka.
" Maaf.. Maaf.. Hanya bercanda.. " kata Fung cepat-cepat sebelum Mung marah.
" Jangan marah. Ying wei ni shi wo zhen zheng de ai. Yong yuan he ni zai yi qi. Xie xie ni de ai, Mung! " ucap Fung mendekap Mung lebih erat dengan penuh cinta.
Dan malam itu menjadi malam yang indah sekaligus bahagia bagi Fung dan Mung. Cinta yang terpendam selama bertahun-tahun akhirnya tersampaikan. Waktu akhirnya memihak pada mereka. Takdir mempertemukan mereka kembali. Seperti yang sering dikatakan orang, " Kalau jodoh tidak akan lari kemana ". Tak peduli seberapa jauh jarak terpisah, berapa lama waktu berlalu, namun jika dia memang jodohmu, dia akan tetap kembali kepadamu. Percayalah...
" Ying wei ni shi wo zhen zheng de ai "
" Karena kau cinta sejatiku "
~END~

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wo Yi Wei (我以为) Lirik & terjemahan

Cinta Apa Adanya

Poem: Malam