Cerpen: Bad is Better than Betrayer

"Bad Is Better Than Betrayer"

written

Eriza Yuu

Sebuah motor sport melaju memasuki halaman sekolah. Kebetulan seorang gadis melintas. Pengendara motor sport itu seketika mengerem motornya. Gadis yang hampir tertabrak itu kaget hingga jatuh terduduk. Si pengendara yang wajahnya tertutup helm sama sekali tidak mempedulikannya. Malah kembali melaju dengan motornya.

" Kau tidak apa-apa? " tanya Wendy yang datang membantu Vivian berdiri.

" Tidak apa. Terima kasih! " jawab Vivian.

Vivian berdiri sambil menepuk-nepuk pantatnya yang terkena debu.
" Siapa orang itu tadi? Rasanya tidak pernah melihatnya. " tanya Vivian.

"  Itu Alexander! Siswa kelas 11-B. " jawab Wendy.

" Alexander?! " ucap Vivian.

" Dia memang jarang masuk sekolah. Wajar kau tidak kenal. Dia di cap siswa bermasalah dan suka membuat onar. " tambah Wendy.

" Oh.....  "

" Ayo masuk! Sebentar lagi bel berbunyi. " ajak Wendy.

" Iya. "






Jam istirahat, Vivian dan Wendy memasuki kantin. Kebetulan Alexander juga di sana bersama teman-temannya.  Vivian menatap ke arah Alexander.
' Apa itu dia? '
Vivian baru pindah awal semester ini ke sekolah itu. Makanya ia tidak pernah melihat Alexander sebelumnya. Wendy dan Vivian duduk di salah satu meja.

" Dia memang tampan. Kalau saja reputasi nya di sekolah bagus, pasti akan banyak perempuan di sekolah kita yang mengejarnya. " ucap Wendy yang menyadari Vivian sedang menatap Alexander.

" Apa dia seburuk itu? Tidak terlihat dari penampilannya! " kata Vivian.

" Jangan tertipu dengan penampilan. Saat kelas 10 dia berkelahi dengan senior. Tak lama terdengar kabar dia memukul seorang siswa dari sekolah Y. Dia sering bolos sekolah. Dan hampir di keluarkan dari sekolah. Jika bukan karena orang tuanya yang datang memohon pada kepala sekolah. " cerita Wendy.
" Sudahlah, lebih baik tidak usah berurusan dengannya. " tambahnya.




Jam sekolah usai. Vivian berjalan meninggalkan kelas. Siang ini ada test di kelas tambahan yang ia ikuti. Vivian merupakan murid yang pintar dan berprestasi di sekolah. Selain cantik, dia juga di sukai semua orang. Vivian membaca bukunya sambil berjalan. Hingga tanpa sengaja ia menabrak punggung seseorang.

" Maaf! " ucap Vivian.

Orang itu berbalik.  Ternyata Alexander. Sesaat Vivian tak bisa berkata-kata. Alexander menatap Vivian.

Vivian segera tersadar.
" Maaf! Maaf! Aku tidak sengaja. Lain kali aku akan lebih hati-hati. " katanya dengan cepat dan langsung melarikan diri.

Alexander hanya menatap kepergiannya.

----------------------------------------------------------------


Keesokan harinya. Vivian berjalan di koridor sekolah sambil membaca buku. Tiba-tiba seorang siswa menghadang langkahnya. Vivian mengangkat kepalanya. Alexander berdiri di depannya.

' Celaka. Kenapa dia lagi? ' batin Vivian. Ia kembali menundukkan kepalanya.

" Kau murid baru ya? " tanya Alexander.

" I... Iya. " jawab Vivian gugup.

" Siapa namamu? " tanya Alexander.

" Vi.. Vivian! " jawab Vivian sambil menunduk.

" Angkat kepala mu! " suruh Alexander.

Vivian masih tidak berani menatap Alexander.

" Hei, kau tidak tuli kan? " ujar Alexander dengan judes.

Vivian mengangkat kepalanya pelan-pelan. Ia bisa melihat wajah Alexander yang tampan dengan jelas. Alexander maju mendekat menatap Vivian lebih dekat. Sedangkan Vivian mundur sambil sontak menutup mulutnya dengan buku. Wajah Alexander berada sangat dekat di depannya.

" Ternyata itu kau! " ujar Alexander sambil menyunggingkan senyum.
Ia kembali berdiri lalu berjalan pergi.

Vivian menghela nafas lega.
' Benar-benar orang aneh. Semoga dia tidak menggangu ku lagi! '




Hari-hari berjalan seperti biasa. Setelah hari itu, Alexander kembali menghilang dari sekolah. Setiap ke kantin Vivian diam-diam mencarinya namun tidak pernah melihat keberadaannya.

' Apa dia bolos lagi? ' pikir Vivian.
' Ah, kenapa aku harus peduli padanya. '

_____________________________________________________________


Hari sudah sore. Setelah pelajaran tambahan di sekolah dan kursus bahasa selesai, Vivian berjalan pulang ke rumah. Di tengah jalan yang dia lewati, terlihat sekelompok siswa dari sekolah lain di gang sempit yang sepi. Sekelompok siswa itu seperti sedang memukul sesuatu. Vivian mencoba mengintip apa yang mereka pukuli. Ia kaget saat melihat seseorang yang meringkuk menahan pukulan mereka. Di antara kebingungan dan kepanikan, ia menatap ke sana-kemari tapi tidak ada orang yang lewat.

' Apa aku pergi dan pura-pura tidak melihat saja? Tapi jika aku pergi bisa-bisa orang itu di hajar sampai mati! Apa yang harus aku lakukan? ' pikir Vivian.

Akhirnya ia mendapat ide. Vivian berdiri di sisi luar gang kemudian berteriak,
" Polisi...... Polisi cepat kemari! "

Sekelompok siswa yang berjumlah 5 orang itu langsung berhenti dan melarikan diri dengan cepat. Setelah mereka pergi, Vivian menghampiri orang itu. Orang itu meringkuk kesakitan sambil terbatuk-batuk.

" Hei, apa kau baik-baik saja? " tanya Vivian sambil perlahan-lahan mendekat.

" Uhuk.. uhuk... " Orang itu terbatuk. Ia mencoba bangun namun kembali terjatuh.

Vivian yang merasa iba langsung mendekatinya hendak menolong. Saat orang itu mengangkat kepalanya, Vivian terkejut.

" Alexander?! " seru Vivian.

Alexander yang sudah babak belur menunduk kembali saat melihat Vivian. Darah mengucur dari sisi kiri kening juga hidungnya.

" Apa kau baik-baik saja? Aku akan menelepon ambulans agar membawa mu ke rumah sakit! " kata Vivian dengan panik.

Alexander menahan tangan Vivian.
" Tidak. Jangan ke rumah sakit. Ku mohon... "

Dan seketika Alexander kehilangan kesadaran.

" Alexander! Alexander! Bangun! " seru Vivian.
" Oh astaga... "

*
*
*

Alexander mulai sadar. Ia menatap sekeliling ruangan yang terasa asing baginya. Ia mencoba bangun dan berdiri. Namun kepalanya masih terasa pusing. Ia memegang plester luka di keningnya. Juga melihat tangannya yang terluka sudah di tempel plester luka. Ia mencoba mengingat apa yang terjadi setelah ia di pukuli.

" Kau sudah sadar? " tanya Calvin yang muncul dari balik pintu.

" Kenapa aku ada di sini? " Alexander balik bertanya.

" Kau tidak ingat apa yang terjadi? " tanya Calvin.

Alexander terdiam. Ia mencoba mengingat, setelah ia di pukuli habis-habisan, ia ingat sekilas melihat Vivian. Tapi tidak tahu apakah itu nyata atau mimpi.

" Aku hanya ingat di pukuli oleh sekelompok siswa dari sekolah Y itu. " jawab Alexander. Ia kembali berdiri memutuskan untuk segera pergi.
" Terima kasih sudah menolong dan mengobati lukaku. " ucap Alexander.

" Bukan aku yang menolongmu! Kau harus berterima kasih pada Vivian! Dia yang menolongmu. " jawab Calvin.

" Apa? " Alexander berbalik.

Calvin lalu menceritakannya pada Alexander. Saat Alexander pingsan, Vivian bingung entah harus bagaimana. Ia lalu teringat pada Calvin, teman sekelasnya. Vivian pernah melihat Calvin dan Alexander bersama. Jadi Vivian menghubungi Calvin berharap ia bisa membantu.
Calvin segera datang ke tempat kejadian. Ia mengusulkan membawa Alexander kerumahnya. Vivian juga ikut ke sana. Di rumah Calvin, Vivian mengobati luka Alexander. Setelah memastikan lukanya sudah di obati barulah Vivian pergi.
Alexander mendengar cerita Calvin tanpa bisa mengatakan apa-apa.
' Jadi itu bukan mimpi. ' batin Alexander.

" Aku akan berterima kasih padanya nanti! Sekarang aku pergi dulu! " pamit Alexander pada Calvin.

" Berhentilah mencari masalah, Alex! " pesan Calvin.
Alexander hanya mengangkat tangannya tanpa menoleh pada Calvin.

-------------------------------------------------------------

Sampai di sekolah, Vivian menemui Calvin di kelas.

" Calvin, bagaimana keadaan Alexander? " tanya Vivian.

" Dia sepertinya baik-baik saja. Dia langsung pergi dari rumahku begitu sadar. " jawab Calvin.

" Ku harap tidak ada luka serius. Maaf sebelumnya harus merepotkanmu. " harap Vivian.

" Tidak masalah. Berhentilah mengkhawatirkan nya! Dia tidak akan jera hanya karena luka kecil. " ujar Calvin.

" Apa kalian berteman dekat? " tanya Vivian.

" Dekat?! Tidak juga. " jawab Calvin sambil menatap Vivian penuh tanda tanya.

" Oh, sekali lagi maaf sudah membuatmu repot. Aku bingung dan tidak tahu harus menghubungi siapa. " ucap Vivian tak enak.

Calvin tersenyum.
" Berhentilah meminta maaf. Kau tidak membuatku repot. Lain kali kalau kau menemukan dia dalam masalah lagi, kau boleh memanggilku. " pesan Calvin.

" Siapa yang menemukan masalah? " tiba-tiba Alexander melangkah masuk ke dalam kelas.

Sontak Calvin dan Vivian menatap ke arahnya. Plester di kening Alexander masih belum di lepas. Ia langsung duduk di atas meja Calvin.

" Alex, kau masih bisa masuk sekolah hari ini! " ejek Calvin.

" Bukankah aku harus berterima kasih pada nona manis ini! " ucap Alexander sambil menatap Vivian.

Vivian mengalihkan pandangan.
" Baguslah, kau baik-baik saja! Aku akan kembali ke tempat dudukku. "

Vivian berbalik pergi. Alexander terus menatapnya.

" Apa yang kau lakukan sekarang? Apa kau berencana bolos lagi? " suruh Calvin.

" Tidak. Tidak. Jangan menuduh ku sembarangan. Dengan wajah seperti ini aku bisa ke mana? " jawab Alexander sambil menunjuk wajahnya.

" Sana kembali ke kelasmu! " suruh Calvin.

" Oke! " Alexander turun dari meja Calvin. Ia berjalan keluar meninggalkan kelas.

----------------------------------------------------------


Meskipun rajin masuk sekolah tapi kebiasaan buruk Alexander tidak hilang juga. Seperti tidur di kelas saat pelajaran berlangsung, bolos kelas Matematika dan duduk di kantin, bahkan di hukum guru.
Siang ini Vivian mengikuti kelas Matematika tambahan. Ia sudah duduk di kursi membaca bukunya sembari menunggu guru datang. Tiba-tiba Alexander datang dan langsung duduk di sebelah Vivian.

" Bangunkan aku jika kelasnya sudah selesai. " pesan Alexander. Ia meletakkan tangannya ke atas meja lalu membenamkan wajahnya. Vivian hanya diam.

Guru yang datang mengajar juga tidak menghiraukan Alexander. Meski ini pertama kali melihat anak itu mengikuti kelas tambahan, itu tidak ada bedanya baginya. Sesekali Vivian menatap Alexander.

' Bagaimana dia bisa tidur dengan tenang di kelas seperti ini? ' pikir Vivian.

Kelas akhirnya selesai. Para siswa mulai membubarkan diri. Vivian memincit lengan Alexander dengan pensilnya.

" Hei, kelas sudah bubar! Kau mau tidur sampai kapan? " kata Vivian. Ia mulai mengemasi buku-bukunya.

Alexander bangun. Vivian berdiri.
" Kau mau ke mana? " tanya Alexander.

" Tentu saja pulang! " jawab Vivian langsung berjalan pergi.

Alexander segera mengejarnya.
" Kau setiap hari seperti ini, apa tidak lelah? " tanya Alexander.

" Lelah? Aku tidak bekerja dengan keras bagaimana merasa lelah? " Vivian balik tanya.

" Kau belajar dengan keras setiap hari. Itu juga menguras tenaga dan pikiran. " kata Alexander.

" Kalau tidak belajar dengan keras, bagaimana bisa lulus sekolah?! Kau juga harusnya mulai belajar dari sekarang. " ujar Vivian.

" Kau mengkhawatirkan ku? " tanya Alexander sambil mendongakkan kepalanya pada Vivian.

" Mengkhawatirkan apanya? Jangan terlalu percaya diri. Kau mau tinggal di kelas 11 selamanya? " balas Vivian.

" Kau takut aku tidak bisa lulus. Bukannya kau memikirkan ku juga? " tanya Alexander dengan nada menggoda.

" Aku tidak mengerti dengan pemahaman mu. Sudah, aku pergi! " Vivian berjalan lebih cepat. Hingga tanpa sengaja tersandung kakinya sendiri.

Alexander segera menahan tubuh Vivian sebelum ia jatuh ke lantai. Sehingga Vivian mendarat di pelukan Alexander. Wajah keduanya kini begitu dekat. Untuk sesaat keduanya saling bertatapan. Vivian nampak tersipu malu. Ia menundukkan kepalanya. Alexander melepaskan tangannya.

" Terima kasih. " ucap Vivian. Ia secepatnya berbalik untuk menyembunyikan wajahnya yang pasti sudah bersemu merah.

" Terima kasih juga sudah menolongku hari itu. Ayo, ku antar pulang! " Alexander langsung menarik tangan Vivian. Vivian terpaksa mengikutinya.

Alexander menyuruh Vivian naik ke atas motor. Awalnya Vivian agak ragu. Namun akhirnya ia naik karena di desak Alexander.
Motor langsung melaju. Vivian berteriak.
" Hei, pelan-pelan! "

" Tenang saja! Pegang yang erat ya! " ujar Alexander. Begitu sampai di jalan raya Alexander langsung mempercepat laju motornya.

Vivian sontak kaget.
" Hati-hati! Alex, awas ada mobil di depan! Alex! " teriak Vivian yang tanpa sadar memeluk Alexander dengan erat. Ia bahkan tidak berani membuka matanya.

Alexander hanya tertawa. Ia memelankan laju motornya. Dan berhenti di suatu tempat.
" Sudah tidak apa-apa! " ujar Alexander.

Merasa motor sudah berhenti. Vivian membuka matanya. Ia melihat lautan yang membentang di depannya. Ia tersadar dan segera melepaskan tangannya dari pinggang Alexander.

" Kau memelukku erat sekali! " goda Alexander.

" Itu..... " Vivian jadi salah tingkah.

Ia memilih turun dari motor. Berjalan beberapa langkah ke depan melihat lautan yang membentang dengan luas.
Alexander juga turun dari motornya. Lalu berdiri bersandar pada motornya sambil memperhatikan Vivian.
Rambut panjang Vivian bergerak di tiup angin. Vivian membentangkan tangannya. Suara deburan ombak terdengar seperti musik. Vivian memejamkan matanya. Merasakan hembusan angin serta suara ombak membuat pikirannya benar-benar tenang. Alexander masih diam memperhatikan nya.
Vivian berbalik menatap Alexander. Dia tersenyum. Alexander merasa salah tingkah dengan senyum Vivian yang begitu manis. Ia mengalihkan matanya. Vivian kembali berdiri di samping Alexander.

" Terima kasih sudah membawaku ke sini! " ucap Vivian.

" Baguslah, kalau kau senang. Aku bisa membawamu ke sini kapan saja kau mau. " kata Alexander.

" Aa.... Tidak perlu repot-repot. " tolak Vivian halus.

Alexander menggeleng. Ia berbicara dengan suara kecil.
" Aku tidak akan repot asal bisa melihatmu tersenyum. "

" Ha? Apa? "

" Ah tidak ada. " jawab Alexander sambil menyembunyikan senyumnya.
Vivian juga tersenyum.

---------------------------------------------------------------



Vivian baru mau berangkat ke sekolah. Tiba-tiba motor yang di kendarai Alexander berhenti di depannya.

" Ayo berangkat bersama! " ajak Alexander.

" Aaa....... Mungkin lebih baik aku jalan sendiri sa- "

" Naik! " potong Alexander dengan cepat.

' Oh astaga! ' Vivian akhirnya menurut.
' Ternyata ia punya sifat pemaksa. '

Begitu memasuki halaman sekolah, semua siswa yang ada di sana melihat ke arah Alexander dan Vivian. Beberapa nampak berbisik.

' Bagus! Sekarang aku ikut jadi pusat perhatian. ' batin Vivian dengan kesal.

Vivian turun dari motor Alexander.
" Terima kasih tumpangannya. Mungkin besok kau tidak perlu menjemput ku lagi! " kata Vivian dengan tulus.

Alexander menatapnya dengan dingin. Vivian jadi sedikit takut. Ia menundukkan kepala.
" Apa kau begitu peduli dengan reputasimu di sekolah? Siswa pintar, berbakat, cantik, di sukai semua orang- "

" Tidak, tidak, aku tidak peduli dengan popularitas. " sahut Vivian.

" Kalau begitu bagus. Aku akan menunggumu pulang nanti! " ujar Alexander sambil melambai mengusir Vivian pergi.

" Begitu seenaknya! " sungut Vivian.

" Apa kau bilang? " tanya Alexander.

" Eh tidak ada.  Aku ke kelas dulu! " jawab Vivian. Secepatnya pergi meninggalkan Alexander.

" Viviannnnn.... " teriak Wendy di koridor.

Vivian menoleh. Wendy berlari menghampirinya.
" Ada apa? "

" Ada apa?? Bagaimana kau bisa jadi dekat dengan Alexander? Kau tahu dia bukan siswa yang baik di sekolah kan?! " ujar Wendy dengan berlebihan.

" Menurutku dia tidak seburuk yang di bicarakan! " jawab Vivian.

" Kau tidak mengenalnya dengan baik. Bahkan guru-guru pun sudah tidak peduli padanya. Bagaimana kau masih bisa berkata dia tidak buruk? Sekarang semua orang membicarakan mu! " kata Wendy dengan begitu sewot.

" Siapa yang berani membicarakan Vivian? " tanya Alexander yang tiba-tiba muncul dari belakang.

" Ah.. ehh.. tidak ada. Vivian aku ke kelas dulu ya! " Wendy segera melarikan diri.

" Ada apa dengannya? " Vivian nampak bingung.

Alexander mengangkat bahunya.

" Selamat pagi, putri cantik dan pangeran buruk rupa! " Calvin datang menyelinap di antara Vivian dan Alexander.

" Apa maksud perkataan itu? " tanya Vivian yang lagi di buat bingung.

" Itu adalah hot topic pagi ini! Anak-anak sibuk menggosip tentang itu! Semoga hari kalian menyenangkan. " Calvin berjalan mendahului sambil melambaikan tangan.

Vivian memegang keningnya.
" Sepertinya kali ini tidak akan mudah. " gumamnya.

Alexander mengusap kepala Vivian.
" Jangan berpikir berlebihan. Tidak ada yang akan mengganggu mu! " ucap Alexander.

Vivian menatap Alexander. Seketika ada sebuah perasaan hangat menjalar ke hatinya. Ia menunduk.

Saat memasuki kelas, semuanya menatap sinis pada Vivian. Vivian tidak mengerti apa yang salah dekat dengan Alexander. Wendy menghampiri Vivian.
" Kau lihat tatapan mereka? Semua orang tahu seperti apa Alexander itu. Reputasi mu di sekolah bisa ikut jelek jika kau masih terus dekat dengan Alexander. " Wendy mengingatkan.

" Aku tidak ingin memusingkan hal tidak penting ini! Aku berteman dengan Alexander juga tidak menyakiti siapa-siapa. Mereka yang bermasalah, memusuhiku hanya karena masalah sepele ini. " Vivian menjawabnya dengan tenang.

" Terserah kau saja! Yang penting aku sudah mengingatkannya padamu. " ujar Wendy. Ia kembali ke tempat duduknya.

Saat jam istirahat.
Alexander masuk ke kelas Vivian. Vivian sedang membaca. Ia meletakkan segelas jus jeruk dan roti ke atas mejanya.

" Jangan sampai jatuh sakit karena banyak belajar. " ujar Alexander.

Vivian meletakkan bukunya. Ia menatap Alexander.
" Kenapa kau tahu aku di sini? "

" Biasanya kau selalu ke kantin bersama temanmu yang tadi. Tapi siang ini aku hanya melihat dia di sana sendiri. Jadi aku mencarimu. " jelas Alexander.

Vivian tersenyum.
" Terima kasih! " Ia mengambil botol jus dan membukanya lalu meminumnya.

Alexander duduk di depan Vivian sambil memperhatikan nya. Vivian jadi tersedak karena salah tingkah. Alexander malah menertawainya.

" Apa itu lucu? " tanya Vivian dengan cemberut.

" Tidak. " jawab Alexander. Ia mengusap jus jeruk yang tertinggal di sudut bibir Vivian dengan jarinya. Itu membuat Vivian tersipu malu.

Wendy yang hendak masuk ke kelas, melihat Vivian dan Alexander di sana mengurungkan niatnya.





Waktu pulang sekolah. Alexander sudah menunggu Vivian di depan kelasnya.

" Aku ada kelas tambah- "

" Oke, ayo belajar bersama! " potong Alexander.

Vivian mengerutkan keningnya., tak bisa berkata apa-apa. Ia tersenyum. Lalu memasuki kelas bersama. Sepanjang kelas di mulai Alexander tidak tidur sama sekali.

" Kau tidak tidur lagi hari ini? " bisik Vivian.

" Diamlah! Aku mencoba memahami pelajarannya. " jawab Alexander yang nampak serius memperhatikan guru di depan.
Vivian tersenyum.


____________________________________________________



Beberapa hal mulai menjadi lebih baik juga menjadi buruk. Baiknya, Alexander mulai mau mengikuti pelajaran. Di jam istirahat dan pulang sekolah kadang Vivian membantunya belajar di perpustakaan. Menjelaskan pelajaran yang tidak di mengerti Alexander. Dan buruknya, teman-teman sekelasnya mulai menjauhinya termasuk Wendy. Gosip buruk tentang dirinya terus bermunculan di sekolah. Namun ia tidak mempedulikannya.
Suatu siang di jam istirahat, terdengar keributan di koridor sekolah. Nampak kerumunan siswa-siswi di sana. Vivian masuk ke dalam kerumunan untuk melihat apa yang terjadi. Rupanya Alexander sedang memukul Darwin.

" Alex! " teriak Vivian.

Vivian berusaha menarik Alex.
" Alex, berhenti! "

Guru datang melerai.
" Berhenti! Kalian berdua ikut ke kantor! "

Alexander dan Darwin di giring ke kantor kepala sekolah. Vivian mengikuti di belakang. Dan menunggu di depan kantor. Terdengar suara guru yang sedang memarahi keduanya. Juga suara kepala sekolah yang memberi hukuman tapi Vivian tidak dengar jelas hukuman apa yang di berikan kepala sekolah. Akhirnya Alexander dan Darwin keluar.

" Alex! " panggil Vivian.

Darwin menatap ke arahnya sebentar kemudian pergi.

" Vivian, kenapa kau di sini? " tanya Alexander.

" Kenapa kau berkelahi dengan Darwin? Wajahmu terluka. Ayo kita ke ruang UKS dulu. " Vivian menarik tangan Alexander.
Alexander tersenyum dan mengikuti Vivian.

Di ruang UKS, Vivian mengobati luka di wajah Alexander.
" Kenapa masih membuat masalah di sekolah? Bukankah kau ingin menjadi lebih baik? " ucap Vivian.

Alexander menarik tangan Vivian.
" Aku senang kau mengkhawatirkan ku. " ujarnya.

" Bodoh! Apa terluka seperti ini bagus? Coba lihat wajahmu! Kenapa kau berkelahi dengan Darwin? " tanya Vivian.

" Aku tidak suka dia mengata-ngataimu. " jawab Alexander.

" Dia hanya mengataiku. Kau tahu yang dia katakan tidak benar. Tapi kenapa masih terpancing? Lain kali kau harus lebih bisa mengendalikan emosi. Jangan membuat masalah untuk diri sendiri. " Vivian mencoba menasehati. Alexander terus menatapnya dengan penuh arti.
" Lalu apa yang di katakan kepala sekolah? Kau di hukum kan? " lanjutnya.

" Maaf. Aku di skors selama seminggu. " jawab Alexander lesu.

Vivian menghela nafas. Ia mengacak rambut Alexander.
" Lain kali jangan seperti ini lagi ya! " ucapnya sambil tersenyum.

Alexander terdiam. Ia menatap Vivian. Dan langsung menarik Vivian ke dalam pelukannya. Vivian juga diam. Namun ia merasa senang. Entah mengapa terasa nyaman berada di pelukan Alexander.



***


Meski pun tidak bisa masuk sekolah karena di hukum, Alexander masih sempat menjemput Vivian pulang dari sekolah.

" Aku pikir kau di hukum. " ujar Vivian.

" Memang. Tapi tidak ada larangan untuk datang menjemput mu kan?! " jawab Alexander.

Vivian tertawa. Alexander memberikan helm untuknya.
" Ayo naik! " suruhnya.

" Kau tidak akan membawa ku ngebut kan? " tanya Vivian dengan canda.

" Tidak, kalau kau takut. Aku akan berkendara dengan pelan. " jawab Alexander.

Darwin dan Wendy melihat kepergian Alexander dan Vivian.
" Dia masih bisa muncul di sekolah. " ucap Darwin. Wendy hanya diam saja.

--------------------------------------------------------

Pagi itu saat Vivian masuk ke kelasnya. Ia terkejut melihat tempat duduknya yang penuh dengan sampah. Teman-temannya yang ada di kelas pura-pura tidak melihat.

" Siapa yang melakukan ini? " tanya Vivian. Namun semuanya menggelengkan kepala.

" Maaf, Vivian. Saat kami datang tempat dudukmu sudah seperti itu. " jawab Selly.

Vivian berpikir dari pada mencari masalah lebih baik mengalah dan membersihkan semuanya sendiri. Wendy datang dan melihat apa yang di lakukan Vivian. Lalu menghampirinya.

" Astaga, Vivian! Kenapa mejamu kotor begini? Siapa yang melakukannya? " tanya Wendy penuh simpati.

" Entahlah. Saat aku datang sudah begini. " jawab Vivian.

" Hei, siapa yang melakukan hal ini? Kejam sekali! " seru Wendy kepada teman sekelasnya. Namun mereka hanya diam saja.

" Sudahlah! Ini hanya masalah kecil. Tidak perlu di besar-besarkan. " ujar Vivian.

" Sudah ku bilang jangan terlalu dekat dengan Alexander. Akhirnya kau ikut di musuhi seperti ini kan?! " ucap Wendy yang menyalahkan Alexander. Vivian tidak menanggapi.








Hari berikutnya dan berikutnya lagi, kejadian ini terus berulang. Vivian sampai muak harus membersihkan mejanya setiap hari. Bahkan hari ini lebih parah. Sampah-sampah basah dan lengket bahkan memenuhi meja dan kursinya. Hari ini ia tak ingin membersihkannya lagi. Ia meninggalkan kelasnya dengan mejanya yang kotor itu. Ia duduk dengan kesal di kantin. Calvin yang menemukannya lalu menghampirinya.

" Aku ikut prihatin. Tidak tahu siapa yang melakukan hal seperti ini padamu. " ucap Calvin.

" Aku tidak peduli. " jawab Vivian.

" Sudah seperti ini kau masih tidak peduli? Besok bisa jadi lebih parah dari hari ini. " kata Calvin.

" Kenapa aku harus di musuhi hanya karena Alexander? Tidak masuk akal! " balas Vivian.

" Jadi Alexander yang membuatmu jadi bahan 'lelucon' ini? Apa kau merasa ada seseorang yang tidak suka melihat kalian bersama? " tanya Calvin menebak-nebak.

" Siapa? " tanya Vivian.

Calvin mengangkat bahunya.
" Aku pikir kau yang lebih tahu. " jawab Calvin.

Bel masuk berbunyi.

" Aku akan kembali ke kelas. Bagaimana denganmu? " tanya Vivian.

" Aku harus mengurus beberapa hal. Kau masuklah duluan. " jawab Vivian.

" Oke! Aku akan bilang kau sakit saat absen nanti. " ujar Calvin.

" Terima kasih. " balas Vivian.

Calvin kembali ke kelas. Sedangkan Vivian berjalan ke ruang kepala sekolah. Biasanya kepala sekolah sudah ada di ruangannya. Vivian masuk begitu saja. Ibu kepala sekolah melihat kedatangan Vivian.

" Di mana tata krama mu? Apa kau tidak di ajarkan untuk mengetuk pintu dulu sebelum masuk? " tegur Ibu kepala sekolah.

" Apa itu berguna? Apa itu akan membuat ku di akui? Selama ini aku terus berusaha, belajar lebih giat dan keras agar menjadi kebanggaan. Berperilaku baik di depan semua orang, berusaha menjadi yang terbaik, tapi apa itu cukup? Apa aku di anggap? Sekarang hanya karena satu hal kecil saja, lihat apa yang mereka lakukan padaku? Apa kau peduli? " Vivian meluapkan perasaannya. Ia kembali melanjutkan,
" Selama ini aku berusaha sendiri. Seperti keinginan mu, jangan membuatmu repot bukan?! Aku tidak pernah merepotkanmu, bahkan saaf aku jauh di sana. Kau sendiri yang mengirim ku ke sini. Aku juga tidak pernah meminta apapun darimu. Kau tetap hidup bahagia bersama keluarga barumu. Tapi sekarang aku tidak mau terus menjadi yang terbaik. Kalau pun harus, itu adalah untuk diriku bukan untuk membuatmu terkesan, mama! Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasa muak dengan sekolah. "

" Sudah selesai? Jadi apa maumu? " tanya Ibu kepala sekolah yang merupakan ibu kandung Vivian. Karena suatu alasan Ibu kepala sekolah merahasiakan hal ini dari semua orang.

" Aku ingin hukuman Alexander di cabut. Jika tidak aku juga tidak akan masuk sekolah sampai dia kembali ke sekolah. " jawab Vivian. Ia sudah hendak pergi namun ia berbalik kembali,
" Oya, ada orang yang tidak menyukai ku. Dia membuat meja dan kursiku penuh sampah dan kotoran. Aku sudah muak membersihkannya setiap hari. Jadi aku tidak berniat masuk kelas hari ini. "

Vivian pun meninggalkan ruangan. Ibu kepala sekolah hanya diam dengan raut wajah dingin. Ia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.
" Joan, cari tahu siapa yang membuat masalah pada Vivian. Temukan bukti dan diam-diam kirimkan pada Vivian. " 

Ibu kepala sekolah juga berjalan ke kelas Vivian. Meski pun ia hanya mengintip dari luar jendela. Nampak salah satu meja kotor di sana. Ibu kepala sekolah sudah bisa menebak, pasti itu meja yang di maksud Vivian.

Vivian meninggalkan sekolah dengan alasan sakit. Ia mulai berjalan pulang. Tapi langkahnya tiba-tiba terhenti.
' Aku harus memberitahu Alex kalau aku pulang cepat. '

Ponsel Alexander berbunyi. Sebuah pesan dari sekolah yang menyatakan dia sudah bisa masuk sekolah besok hari. Kemudian pesan lain muncul. Dari Vivian yang mengatakan kalau dia pulang cepat dan sedang dalam perjalanan. Alexander tidak membalas. Ia berencana menyusul Vivian. Ia baru mau menghidupkan motornya, motor itu hidup sebentar lalu kembali mati.

" Ah sial! Kenapa aku bisa sampai lupa mengisi bensin! " umpat Alexander.

Akhirnya ia terpaksa berjalan kaki. Ternyata ini bukan hari keberuntungan nya. Di tengah jalan ia di hadang oleh siswa dari sekolah Y yang bolos. Mereka yang dulu pernah memukulnya. Seorang dari mereka meminta uang pada Alexander.

" Sudah ku bilang aku tidak punya uang! " bentak Alexander.

" Kau sudah berani melawan ya?! " teriak ketua gank itu.

Lalu ia mulai melayangkan pukulan pada Alexander. Alexander berhasil menghindar dan memukulnya balik. Ketua gank itu menyuruh teman-temannya menyerang. Akhirnya Alexander kalah. Ketua gank itu mencengkeram baju Alexander.

" Masih mau jadi jagoan?! Lihat dirimu sekarang? Besok kalau kau masih berani melawan, akan ku pastikan gigimu yang rontok. " umpat si ketua gank.

" Hei, kalian hanya berani menindas yang lemah! Pengecut! " teriak Vivian yang sedang merekam kejadian itu.

Si ketua gank melepaskan cengkeraman tangannya. Ia maju mendekati Vivian.

" Gadis bodoh! Pergi! " teriak Alexander. Namun di pukul oleh salah satu teman ketua gank.

" Jangan macam-macam! Aku sudah menelepon polisi dan aku punya bukti, kalian melakukan kekerasan. " ancam Vivian sambil berjalan mundur.

" Hanya gadis kecil. Aku perlu takut apa? Aku hanya perlu menangkapmu dan mendapatkan ponsel sialan itu. " kata ketua gank dengan nada meremehkan.

" Jangan terlalu percaya diri. Coba saja kalau kau bisa menangkapku! " ejek Vivian.

Si ketua gank hendak mendekat untuk menangkap Vivian. Vivian langsung menyemprotkan cairan pedas yang sudah ia siapkan sebelumnya ke wajah ketua gank tersebut. Ketua gank memegang wajahnya yang perih dan panas. Vivian langsung menendang selangkangan ketua gank itu. Ketua gank langsung jatuh tersungkur sambil berteriak histeris. Teman-teman si ketua gank mendekat. Vivian menekan nomor polisi.

" Jika kalian berani mendekat aku akan langsung memanggil polisi! " ancam Vivian.

Mereka saling berpandangan dan memapah ketua mereka.

" Ingat, jangan sampai aku melihat kalian menganggu Alexander lagi! Aku akan langsung melaporkan kalian pada polisi! " Vivian mengingatkan sekali lagi.
Mereka pun pergi.

Vivian segera menghampiri Alexander. Ia mengusap wajah Alexander.
" Alex, apa kau baik-baik saja? Kenapa kau harus selalu terluka seperti ini? " tanya Vivian dengan cemas. Ia mengusap wajah Alexander yang terluka dengan tisu.

" Kau mencemaskan ku lagi? " jawab Alexander sambil tersenyum.

" Ini bukan saatnya bercanda! Ayo pulang! Di mana motormu! " tanya Vivian. Ia membantu Alexander berdiri.

" Aku tidak bawa motor. "  jawab Alexander.

" Kau bisa berjalan kan? " tanya Vivian.

" Bisa. " jawab Alexander. Ia berdiri namun terlihat lemah.

" Aku panggil taksi saja! " ujar Vivian.

" Tidak perlu. Rumah ku tidak jauh dari sini! " tolak Alexander.

Akhirnya keduanya tiba di rumah Alexander. Ini pertama kalinya Vivian ke rumah Alexander. Rumah itu lumayan besar dengan perabot yang bagus. Juga tertata rapi.
Vivian membersihkan luka Alexander, mengoleskan obat lalu menempelkan plester luka. 

" Ini sudah ke tiga kalinya aku mengobati lukamu. " ucap Vivian.

" Kau bisa melakukannya terus. " timpal Alexander.

" Kau sangat suka terluka ya? Tidak sakit ya? " Vivian sengaja menekan luka di wajah Alexander sehingga membuatnya meringis.
" Aduh... Aduh... Sakit! Vivian.... "

" Hah, masih mau berkelahi lagi? " sungut Vivian.

" Hei, itu bukan salahku. Mereka yang menyerang ku. " Alexander membela diri.

" Apa mereka selalu meminta uang dan memukulmu? " tanya Vivian.

" Kalau kebetulan bertemu dengan mereka saja. " jawab Alexander.

" Kenapa kau tidak melawan? " tanya Vivian.

" Jika aku melawan, aku juga yang di salahkan. Sejak dulu sudah di anggap pembuat onar. Benar pun akan tetap di anggap salah. " jawab Alexander.

Jawaban Alexander membuat Vivian merasa sedih. Alexander melihat wajah Vivian yang murung. Ia merangkulnya.

" Jangan di pikirkan. Kau juga berani sekali! Katakan kenapa kau pulang cepat hari ini? " tanya Alexander ingin tahu.

" Tadinya aku merasa sedikit pusing. Jadi aku izin pulang. " jawab Vivian berbohong.

" Benarkah? " Alexander nampak tak percaya.

" Memangnya ada alasan apa murid pintar seperti ku meminta izin pulang cepat? " ejek Vivian membanggakan diri.

" Aku pikir kau merindukanku! " goda Alexander.

" Kau terlalu percaya diri! " ejek Vivian.

" Tidak. Yang ku katakan benar. Ayo mengaku! Kau menyukai ku kan?! " goda Alexander semakin jadi.

" Su...  Suka apanya? Aku benar-benar tidak percaya bisa bertemu dengan orang yang tinggi sekali kepercayaan dirinya. " Vivian berusaha mengelak. Ia tidak berani menatap Alexander.

Alexander malah memeluknya.
" Tidak apa katakan saja. Kau menyukai ku! "

" Tidak! Aku tidak menyukaimu! " seru Vivian yang sontak berdiri. Ia memalingkan wajahnya dari Alexander. Meskipun ia mengelak tapi jantungnya berdegup kencang.

Alexander tersenyum nakal. Ia berdiri lalu menarik Vivian ke dalam pelukannya. Sekarang wajah keduanya saling berhadapan dengan sangat dekat.

" Apa kau tidak mau jujur padaku? Kalau begitu aku yang akan jujur padamu! Aku..... " Alexander semakin mendekat sehingga kepala keduanya saling bersentuhan.

Vivian bisa merasakan nafas Alexander dengan begitu dekat. Degup jantungnya juga semakin cepat seakan hendak melompat keluar.

" ...Menyukai mu? Aku menyukai mu! " kata-kata itu akhirnya keluar dari mulut Vivian.

Alexander langsung mengecup bibir Vivian dengan lembut.
" Aku lebih menyukai mu! " ucapnya. Dan kemudian memeluk Vivian dengan erat. Vivian juga bisa merasakan jantung Alexander yang begitu cepat. Ia tersenyum.




Malam itu Calvin mengunjungi Alexander di rumahnya. Mereka duduk di ruang tamu.

" Tidak biasanya. Ada masalah apa? " tanya Alexander.

" Kau berkelahi lagi? " tanya Calvin melihat luka di wajah Alexander.

" Lalu aku harus bagaimana? Memberikan anak-anak itu uang? Aku juga akan tetap di hajar. " ujar Alexander dengan bibir tersungging.

" Masalahnya bukan itu. Ini mengenai Vivian. " kata Calvin.

" Kenapa dengan Vivian? " Alexander menjadi serius.

Calvin lalu bercerita tentang masalah meja Vivian. Alexander nampak emosi mendengarnya.

" Alex, kau tidak boleh bertindak sembarangan. Apa lagi targetnya adalah Vivian. Kau pasti tahu anak-anak di sekolah memusuhi nya sejak kalian berdua dekat. Saat ini siapapun bisa menjadi tersangka. " jelas Calvin.

Alexander diam berpikir.
" Hukuman ku sudah di cabut. Besok aku bisa masuk sekolah. Kita lihat saja apa yang akan terjadi besok. " ujarnya.



---------------------------------------------------



Sebuah mobil mewah berhenti di depan rumah Vivian. Klakson mobil mengagetkan Vivian. Kaca mobil mulai turun. Nampak Alexander yang berada di balik kemudi.

" Alex?! " seru Vivian kaget.

" Cepat masuk! " suruh Alexander.

Vivian masuk ke dalam mobil. Ia duduk di sebelah Alexander. Mobil mulai melaju. Ternyata di kursi belakang ada Calvin.

" Pagi, Vivian! " sapa Calvin.

" Calvin! Kau juga di sini? " seru Vivian.

" Ada tumpangan gratis mana mungkin aku menolaknya. " jawab Calvin sambil bercanda.

" Bukankah sekolah melarang murid membawa mobil? " tanya Vivian.

" Itu urusan nanti! " jawab Alexander.

Begitu mobil mewah itu memasuki halaman sekolah, semua mata siswa yang ada di sana menatap ke arahnya. Alexander, Calvin dan Vivian keluar dari mobil. Semua terlihat saling berbisik. Ada pula yang terkejut. Ketiganya melenggak masuk ke dalam sekolah bak super model. Semua perhatian seketika tertuju pada ketiganya.
Alexander merangkul pundak Vivian. Vivian menatap Alexander. Kali ini ia harus tampil lebih percaya diri. Ketiganya masuk ke dalam kelas.
Meja kotor Vivian masih menjadi pemandangan. Vivian mengangkat alisnya. Ia menatap Alexander. Alexander menghela nafas.

" Aku tidak bisa berkata-kata! " ucap Calvin.

Alexander merangkul pundak Vivian.  Mengajaknya meninggalkan kelas.
" Seseorang akan mengurusnya! Kita bisa bersantai sejenak. Ayo, sayang! "

Darwin dan Wendy menatap Vivian dan Alexander sampai tak bisa berkata-kata.
" Kenapa dia bisa masuk sekolah? Ini belum seminggu! " ujar Darwin. Wendy diam saja.

Alexander dan Vivian duduk di kantin. Alexander sudah menyuruh teman-temannya untuk mengambil tempat duduk yang baru untuk Vivian. Benar saja, saat Vivian kembali ke kelas tempat duduknya sudah bersih.

Saat pelajaran usai. Alexander menunggu Vivian di depan kelas. Calvin juga muncul.

" Masih ada kelas tambahan? " tanya Alexander.

" Aku sedang tidak semangat belajar. Bagaimana kalau kita pergi bersenang-senang? " usul Vivian.

" Boleh. Kemana pun kau mau! " Alexander merangkul pundak Vivian dan berjalan pergi.

" Hei, jangan lupakan aku! " ujar Calvin.

" Ikut saja! Kalau kau bersedia menjadi obat nyamuk. " ejek Alexander.

" Itu juga tidak buruk. " tukas Calvin.

Saat naik ke mobil pun semua mata melihat ke arah mereka. Alexander membukakan pintu untuk Vivian. Calvin duduk di kursi belakang.

" Benar-benar membuat iri. " ujar Selly pada temannya.
Namun di sisi lain Darwin malah semakin memanas.


-------------------------------------------------


Keesokan hari ketiganya kembali muncul dari dalam mobil mewah milik Alexander. Meja kotor bahkan kini penuh tulisan kasar lagi-lagi menjadi pemandangan tidak nyaman di kelas. Seperti kemarin, Alexander merangkul pinggang Vivian dan melenggak meninggalkan kelas. Melihat kedekatan mereka seperti itu muncullah rumor keduanya pacaran.
Selain rumor pacaran, rumor tidak mengenakan juga ikut muncul. Rumor yang mengatakan prestasi Vivian merosot turun sejak dekat dengan Alexander. Bahkan sampai ada yang bilang Vivian mendekati Alexander karena harta. Meski banyak rumor tidak menyenangkan beredar. Alexander dan Vivian tidak mempedulikannya. Keduanya justru semakin mesra.
Di sisi lain, Darwin yang tidak suka dengan Alexander mulai mencari gara-gara. Saat semua murid belajar di kelas. Ia diam-diam menyelinap ke parkiran. Kemudian ia menggores body mobil Alexander dengan benda tajam. Tidak hanya menggores, juga menulis kata-kata kasar dengan spidol permanen.
Saat jam istirahat beberapa siswa yang kebetulan berjalan di sekitar parkiran melihat kondisi mobil Alexander dan segera memberitahukan nya. Alexander dan Vivian pergi melihat kondisi mobil.

" Apa yang akan kita lakukan? " tanya Vivian.

" Pertama panggil guru. " jawab Alexander.

Setelah beberapa guru datang melihat, dan berdiskusi jadi mereka sepakat pelakunya akan di hukum skorsing juga harus mengganti biaya perusakan.
Jadi Alexander pun membuka cctv yang terpasang pada dashboard mobilnya. Semua guru juga beberapa siswa ikut melihat. Akhirnya di ketahui Darwin pelakunya. Darwin di giring ke kantor kepala sekolah untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Alexander dan Vivian saling melirik. Pelaku pengrusakan mobil tertangkap. Sekarang mereka harus mencari tahu siapa yang setiap hari begitu tidak ada kerjaan mengotori mejanya.


****


Pagi ini Alexander dan Vivian datang dengan motor. Mobil tentu saja sedang di service. Meja masih sama kotor. Vivian dan Alexander duduk di kantin. Tiba-tiba ponsel Vivian berbunyi.
Sebuah pesan muncul di layar. Saat Vivian membuka pesan itu.  Dia terperanjat melihat isi rekaman video yang di kirimkan oleh nomor tak di kenal.

" Apa ini? Aku tidak percaya ternyata selama ini....  " ujar Vivian.

" Ada apa, sayang? " tanya Alexander.

" Lihat! " Vivian menunjukkan isi rekaman video itu pada Alexander.

" Hm... Ternyata orang dekat. " gumam Alexander.

" Aku harus buat perhitungan dengannya! " Vivian yang emosi langsung berdiri.

" Tunggu! Tidak perlu membuang tenaga. " Alexander menahan Vivian.
" Siapa yang mengirim video itu? "

" Aku tidak mengenal nomor ini.  " jawab Vivian.

" Kirimkan saja video itu ke grup sekolah ini! Agar semua orang bisa melihatnya. " usul Alexander.

" Itu juga bagus! Rasakan pembalasan ku! " umpat Vivian.

Ia membagikan rekaman video itu ke dalam grup sekolah. Sebentar saja sekolah langsung heboh. Dan orang dalam video tersebut juga langsung datang ke hadapan Vivian.

" Vivian, apa maksudmu ini? " tanya Wendy dengan marah..
Dalam rekaman video itu nampak Wendy yang sedang berdiri di samping meja Vivian dan menaburkan semua sampah dan kotoran ke atas mejanya.

Vivian berdiri dari tempat duduknya.
" Aku yang seharusnya bertanya, apa maksud perbuatanmu ini? Aku tidak menyangka kau ternyata begitu busuk! " balas Vivian dengan sengit.

" Apa? Kau berani bicara seperti itu padaku? " Wendy mendekat dan melayangkan tangannya ke arah Vivian. Namun Alexander berhasil menepisnya.

" Singkirkan tangan kotormu dari Vivian! " ujar Alexander.

" Kau juga membelanya? Kenapa? Alex, kenapa kau lebih memilih dia dari pada aku? Aku yang lebih dulu menyukai mu!  Aku yang menyukai mu sejak dulu tapi kau malah bersama dia? " seru Wendy sambil menunjuk Vivian.

" Oh rupanya seperti itu. Pantas saja kau terus mengatakan hal-hal yang buruk tentang Alex. Ternyata kau hanya ingin aku menjauhinya. Padahal selama ini aku percaya padamu! Kau benar-benar munafik, Wendy! " ujar Vivian.

" Kau yang munafik, Vivian! Kau berpura-pura polos, pura-pura baik hanya agar semua orang menyukai mu. Alex, jangan percaya padanya! Dia penipu! Dia mendekatimu hanya karena ingin hartamu! " tuduh Wendy semakin jadi.

" Jadi gosip murahan ini juga berasal dari dirimu! Benar-benar mengecewakan! " ucap Vivian.

" Wendy, aku punya satu kalimat yang bagus untukmu! Reputasi buruk jauh lebih baik dari pada pengkhianat! " cibir Vivian.

" Ayo pergi! Tidak ada gunanya berlama-lama di sini! " ajak Alexander.

Vivian dan Alexander berjalan pergi.
Semua yang mendengar pertengkaran itu mulai menatap Wendy dengan sinis. Mereka membicarakan keburukan Wendy yang mengkhianati temannya sendiri.

" Vivian, aku tidak akan melepaskanmu! "  geram Wendy.

Dengan penuh emosi Wendy lalu mengejar Vivian. Ia berhasil menarik rambut Vivian. Vivian memegang rambutnya sambil mendorong tubuh Wendy sampai terjatuh. Vivian yang merasakan sakit kepalanya langsung menampar wajah Wendy.

" Tidak tahu malu! Masih berani menyerang ku?! " geram Vivian.

" Sudah! Jangan buang tenagamu, sayang! Guru sudah di sini! " Alexander mencoba menenangkan Vivian.

Vivian dan Wendy di bawa ke kantor kepala sekolah. Alexander ikut masuk ke kantor. Kepala sekolah dan guru-guru juga sudah melihat rekaman video di grup sekolah.

" Wendy, kau di skors selama tiga minggu! " ucap Ibu kepala sekolah.

" Apa? Tapi ini bukan salahku! " Wendy masih mengelak.

" Apa belum cukup semua keributan yang kau buat? Ini sudah termasuk tindakan bullying. " ujar Ibu kepala sekolah.

" Bagaimana dengan Vivian? Dia menamparku! Ibu lihat wajahku! " tanya Wendy yang berusaha mencari perhatian dengan menunjukkan wajahnya yang merah.

" Vivian, lain kali jika ingin menampar orang. Lakukan dengan benar! " kata Ibu kepala sekolah dengan tenang.

Semua yang ada di ruangan itu tersentak mendengarnya.

" Apa ibu bilang? Ibu masih membela Vivian?! " protes Wendy.

" Semua keluar! Masalah selesai! " seru Ibu kepala sekolah dengan tegas.

Tidak ada yang berani membantah semuanya berbalik pergi. Vivian berhenti dan berbalik.
" Terima kasih, Ibu! " ucapnya dengan pelan. Lalu berbalik pergi.

Ibu kepala sekolah hanya diam saja.
' Kali ini jangan bilang aku tidak peduli padamu! ' batinnya.

" Akhirnya semua masalah ini selesai! " ucap Vivian.

" Aku bisa tenang, tidak ada yang mengganggu mu lagi. " timpal Alexander.

" Jadi kita bisa kembali belajar dengan fokus. " ujar Vivian.

" Apa? Belajar lagi? " tanya Alexander dengan lesu.

" Tentu saja! Kita harus lulus bersama! Tenang....  Aku akan mengajarimu! Aku kan pintar! Hihihi... " Vivian memuji dirinya.

" Oh tidak! " Alexander menundukkan kepalanya dengan lemah. Dia sama sekali tidak suka belajar.

Vivian melompat ke hadapan Alexander.
" Kau pasti akan suka belajar karena ada aku yang mengajarimu! " kemudian sebuah kecupan manis mendarat di bibir Alexander.

Alexander menarik Vivian ke dalam pelukannya dan membalasnya dengan ciuman.
" Hei kita masih di sekolah! " Vivian mengingatkan.

Alexander tersenyum.
" Ups, aku lupa! "

Vivian tertawa. Alexander memegang tangan Vivian dan berjalan ke kelas bersama. 


__Tamat__




Kumpulan cerpen dan Novel by Eriza Yuu dapat dibaca di aplikasi Mangatoon dan Noveltoon

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wo Yi Wei (我以为) Lirik & terjemahan

Cinta Apa Adanya

Poem: Malam