Cerpen: Sepenggal Kisah yang Terbuang

[Mendengar lagu]

妳曾说不想有天让我知道
Nǐ céng shuō bu xiǎng yǒu tiān ràng wǒ zhīdào
Kau pernah mengatakan bahwa dirimu tidak ingin diriku tahu

妳对他 有那么好
Nǐ duì tā yǒu nàme hǎo
Seberapa baiknya dirimu terhadap dirinya

妳说会懂 我的失落
Nǐ shuō huì dǒng wǒ de shīluò
Kau mengatakan dirimu mengerti kekecewaanku

不是靠宽容 就能够解脱
Bùshì kào kuānróng jiù nénggòu jiětuō
Dan untuk memaafkan, bukan berarti bisa mengakhiri semuanya

-------

Di sudut cafe yang tidak terlalu ramai, aku duduk sendiri. Jendela kaca di samping tempat duduk menyuguhkan pemandangan jalanan kota di luar cafe. Di temani lagu Wo Yi Wei yang mengalun lembut melalui earphone yang terpasang di telingaku. Pikiranku melayang jauh. Memaksaku mengingat kembali kisah yang sudah lama berlalu.


***
Setahun yang lalu.

Matahari mulai tenggelam memendarkan rona jingga kemerahan di ufuk barat langit. Aku mengambil ponselku untuk mengabadikan pemandangan langit sore yang indah ini. Aku mengambil beberapa foto dengan sudut yang berbeda. Hasilnya cukup memuaskan.

Cekrek!

Terdengar suara kamera dari arah depan, aku langsung menoleh. Ceklek! Kamera itu mengarah padaku. Seorang pria menurunkan kameranya setelah memotretku. Ia tersenyum padaku dan berjalan mendekat.
" Maaf, mengambil fotomu tanpa ijin. "
Ia melihat hasil tangkapan kameranya.
" Tapi hasilnya sangat bagus. Coba kau lihat! "

Pria itu menunjukkan hasil fotonya padaku. Aku sependapat hasil jepretannya memang sangat bagus.

" Apa kau fotografer? " tanyaku.

" Sebenarnya bukan. Ini hanya pekerjaan sampingan dan selebihnya hobi saja. " jawabnya merendah.

" Bukankah tetap di sebut fotografer juga! " ujarku.

Dia tertawa.
" Oya kita belum saling kenal. Namaku Ethan Song. " pria itu mengulurkan tangannya.

Aku membalasnya.
" Amie Xue. ".
" Bisakah kau mengirimkan hasil fotomu itu padaku?! " tanyaku.

" Tentu bisa. Akan ku kirimkan setelah aku mencetaknya. Begini saja, kita tukaran Wechat saja. Setelah selesai mencetak aku akan menghubungimu. " usul Ethan Song.

" Setuju! "
Aku dan Ethan pun saling bertukar Wechat.

..

Seminggu kemudian.
Aku menunggu Ethan di cafe yang sudah kami sepakati untuk bertemu. Tak lama dia pun datang.

" Maaf, aku terlambat! Apa kau menunggu lama? " tanyanya yang merasa tak enakan.

" Tidak. Aku juga baru tiba. " jawabku.

Ethan mengeluarkan amplop dalam saku jaketnya. Ia menyodorkannya padaku.
" Ini hasil foto yang sudah ku cetak untukmu. Semoga kau suka! "

Aku mengeluarkan isi amplop itu. Aku tersenyum melihat hasil fotonya yang sangat bagus.
" Terima kasih. Ini sangat bagus! Kau benar-benar fotografer handal. Aku akan menyimpannya. " pujiku.

" Ah, pujianmu terlalu berlebihan. " tukas Ethan malu-malu.

" Oh kita belum memesan minuman. Pesanlah apa yang kau suka! Aku yang traktir sebagai ucapan terima kasih untuk foto yang bagus ini! " kataku menawari.

" Ah.. Kau tidak perlu repot-repot melakukannya. Aku memotretmu bukan untuk mengharap imbalan! " tolak Ethan dengan halus.

" Aku tidak bilang memberimu imbalan. Aku hanya ingin mentraktirmu minum. Jika kau menolak aku akan merasa berhutang budi. " terangku sedikit memaksa.

" Ah, baiklah! Lain kali kalau bertemu lagi, izinkan aku yang mentraktirmu. " ujar Ethan akhirnya.
Aku hanya tersenyum.

Sejak saat itu, aku dan Ethan menjadi dekat. Setiap libur kerja, kami sering bertemu untuk sekedar makan bersama, jalan-jalan atau menonton film. Ethan sangat menyukai fotografi. Di beberapa kesempatan dia bahkan mengajakku ikut ke lokasi pemotretan. Kadang ia memotret sendiri, kadang ia bekerja sama dengan teman kru-nya. Meski pun fotografer hanya pekerjaan sampingan namun Ethan melakukannya dengan profesional. Hasil jepretannya pun selalu mendapat pujian dari teman kru dan para model yang memakai jasanya. Selesai dengan pekerjaannya ia sering memintaku menjadi model untuk fotonya. Seiring waktu aku mulai merasakan perasaan yang hangat dalam hatiku terhadap Ethan. Tidak tahu apakah Ethan juga merasakan hal yang sama.
Suatu siang saat aku dan Ethan sedang makan siang bersama.

" Aku menyukaimu! " ucap Ethan tiba-tiba.

Aku tersentak. Tanganku berhenti menyumpit makanan, aku menatap Ethan.
" Kau bilang apa tadi? " tanyaku.

" Aku menyukaimu, Amie... " kata Ethan dengan penuh percaya diri.

" Serius? " aku balik bertanya.

" Apa aku terlihat seperti sedang bercanda? " tanya Ethan.

Aku langsung menahan tawa.

" Apa yang lucu? " tanya Ethan heran.

" Kenapa baru bilang sekarang? " ujar ku.

" Loh... Me..memangnya kapan aku harus bilang? " tanya Ethan yang nampak kebingungan.

Aku kembali tertawa melihat ekspresinya.
" Aku juga menyukaimu! " ucapku pelan.

" Serius? " giliran Ethan yang tak percaya.

" Apa aku terlihat sedang bercanda?! " tanyaku seperti yang di lontarkan Ethan barusan.

Ethan mengangkat bahunya. Ia masih nampak bingung.

" Tentu saja aku serius! " tutur ku sambil tersenyum.

" Ah.. Kau membuatnya seolah-olah ini sebuah lelucon. " desah Ethan sambil menghela nafas.

" Jadi sekarang apa? " tanyaku.

" Habiskan makananmu! Kita ada pemotretan sore ini. " suruh Ethan.

" Kita? Jadi aku juga ikut? " tanyaku.

" Iya. " jawab Ethan. Ia mengacak rambutku. 
Aku tersenyum bahagia padanya.


Di sepanjang perjalanan Ethan terus menggandeng tanganku. Setelah pemotretan selesai, Ethan menghampiriku yang menunggu tak jauh dari lokasi. Ethan duduk di sampingku. Aku langsung merangkul leher Ethan dan menempelkan wajahku ke wajahnya kemudian mengambil foto dengan kamera ponselku. Ekspresi wajah Ethan yang kaget membuatku tertawa. Ethan menyunggingkan bibir.

" Aku belum siap. Ayo, foto ulang! " suruh nya.

" Oke. " Aku menyalakan kembali kamera ponselku. Kamera mengarah pada kami berdua dan hitungan mundur di mulai.Pada hitungan terakhir Ethan mencium pipiku bersamaan dengan bunyi tangkapan kamera. Kali ini giliran Ethan yang menertawakan ekspresi wajahku.

" Impas kan? " ejeknya.

" Ya.. " jawabku dengan wajah di buat cemberut tapi aku senang.

**


Akhirnya Ethan mendapatkan pekerjaan tetap. Fotografer hanya di lakukan sesekali ketika ia memiliki sedikit waktu luang. Sebagai pacarnya, aku selalu memberinya semangat dan dukungan.

" Amie , minggu ini aku ada sedikit pekerjaan. Jadi aku tidak bisa menemui mu. " kata Ethan di sela makan siang. Kami memang sering menghabiskan waktu istirahat kerja untuk makan siang bersama.

" Tidak apa-apa. Aku tahu kau jadi lebih sibuk harus membagi waktu antara pekerjaan dan hobi. Tapi, jangan terlalu memaksakan diri! Ingat jaga kesehatan juga. " kataku dengan penuh perhatian.

" Iya. Aku akan ingat nasihatmu! " jawab Ethan.


Menghabiskan hari minggu tanpa Ethan benar-benar membosankan. Biasanya kalau tidak pergi kemana-mana, pasti ada dia yang menemani ku di rumah. Aku membuka kulkas, sebagian isinya sudah kosong. Aku tinggal sendiri di rumah sewaan yang sederhana ini. Karena tak ada kegiatan aku memutuskan pergi ke supermarket belanja kebutuhan rumah.
Saat ke luar dari supermarket, aku tak sengaja melihat Ethan di kejauhan. Tapi... dia tidak sendiri. Tunggu, dia bersama seorang wanita. Keduanya berjalan memasuki coffee shop. Mereka nampak sangat akrab.

" Siapa wanita itu? Apa teman kerja? Atau model yang akan memakai jasanya? "
Begitu pertanyaan dalam benakku. Namun aku berusaha berpikir positif. Mungkin mereka memang ada hubungan dalam urusan pekerjaan.

Meski terus meyakinkan diri sendiri, rasa curiga itu tetap saja terus menghantui. Aku dan Ethan memang belum lama pacaran. Dan selama ini tidak pernah ada masalah apa-apa di antara kami.
Keesokan harinya aku dan Ethan bertemu untuk makan siang bersama. Sikap Ethan masih seperti biasanya. Aku pun tak ingin terus memikirkan hal yang ku lihat kemarin.
Beberapa hari kemudian aku mendapat undangan pesta ulang tahun dari teman sekantorku juga sahabatku, Mandy Luo. Aku mengajak Ethan pergi bersamaku.

" Rupanya itu temanmu? Kebetulan sekali aku dan teman-teman kru juga akan ke sana. Mandy Luo memakai jasa fotografer kami. " kata Ethan.

" Kalau begitu kita bisa pergi bersama! " tanyaku.

" Sepertinya tidak bisa. Aku dan teman-teman kru harus sampai di sana sebelum pestanya di mulai. Tapi tidak apa-apa, aku akan menemanimu saat acara berlangsung. " jelas Ethan.

" Baiklah! "

Di acara ulang tahun malam itu, aku dan Ethan bersama menemui Mandy. Aku memberikan hadiah juga ucapan selamat pada sahabatku itu. Aku juga mengenalkan Ethan sebagai pacarku pada Mandy.

" Sungguh keberuntungan! Ternyata fotografer hebat ini adalah kekasihmu! " puji Mandy.

" Kau terlalu berlebihan, nona! " balas Ethan.

" Aku akan menyapa tamu lainnya dulu. Semoga kalian menikmati pestanya. " ucap Mandy yang melangkah pergi.

Sampai pesta berakhir dan pekerjaan selesai, aku dan Ethan baru pulang bersama.

**

Aku baru ke luar dari lift saat ponselku berdering. Dari Ethan.
" Ya, Ethan!"

" Amie, maaf hari ini tidak bisa pulang bersama. Aku ada rapat dengan klien. " jelas Ethan di ujung telepon.

" Baiklah. Apa sampai malam? " tanyaku.

" Aku belum tahu. " jawab Ethan.

" Ya baiklah, aku baru mau pulang, baru ke luar dari kantor. " kataku.

" Hati-hati di jalan ya! " pesan Ethan.
Telepon pun putus.

Aku melangkah ke luar meninggalkan kantor. Tapi aku merasa agak tidak tenang.
" Apa hanya perasaanku saja? " pikirku.

Aku tidak langsung pulang ke rumah. Aku memanggil taksi. Pergi ke kedai makan favoritku yang letaknya agak jauh dari lokasi tempat tinggal.
Aku duduk sendiri sambil menunggu pesanan makanan datang. Sudah terbiasa dengan adanya Ethan yang menemani, rasanya jadi sedikit canggung sendirian.
Usai makan aku memanggil taksi untuk pulang. Hari mulai nampak gelap. Lampu penerangan di sisi jalan mulai menyala. Di tengah perjalanan itu tiba-tiba mataku menangkap sosok yang ku kenal di seberang jalan. Aku menyuruh supir taksi menepi sebentar. Aku memperhatikan lebih seksama. Pria itu memang Ethan. Dan ada wanita yang berjalan bersamanya. Wanita yang sama yang ku lihat waktu itu. Keduanya berjalan cukup rapat meski tidak ada kontak fisik.

" Apa Ethan membohongiku? " pikirku.
Aku menyuruh supir taksi melanjutkan perjalanan kembali. Aku tak ingin berpikir terlalu banyak. Berusaha tetap mempercayainya.


Aku dan Ethan masih menghabiskan waktu makan siang bersama. Hanya kadang tidak pulang bersama. Hari minggu ini pun tidak bisa menghabiskan waktu bersama. Ia berkata,
" Minggu ini aku akan ke Guilin. Aku dapat panggilan memotret sehari penuh di sana, jadi tidak bisa mengajakmu. "

" Tidak apa. Kau bekerja dengan keras. Ingatlah untuk menjaga kesehatan juga. Jangan sampai jatuh sakit. Cuaca sudah mulai dingin, aku belikan syal ini untukmu. Tidak tahu apa kau akan suka. " kataku. Lalu aku memakaikan syal merah dengan garis kotak-kotak itu ke leher Ethan.

" Terima kasih. Kau wanita yang penuh perhatian. Aku akan memakainya saat cuaca sedang dingin. " balas Ethan.

Aku tersenyum kecil. Meski ada sesuatu yang masih mengganjal di hatiku.

Aku menghabiskan waktu libur di kamar, memandang ke luar jendela kamar. Daun-daun pohon Maple mulai menguning.
" Apa Ethan benar-benar memakai syal yang ku berikan? "

Ponselku berdering. Panggilan dari Mandy.
" Halo, Mandy! "

" Amie , kau di mana? " tanya Mandy dengan terburu-buru.

" Aku di rumah. Kenapa? " jawabku.

" Aduh... Sebelumnya aku minta maaf harus memberitahumu ini, aku lihat kekasihmu fotografer itu sedang jalan bersama seorang wanita. Ah, mungkin kau tidak akan percaya. Tunggu, aku ambil foto mereka diam-diam. " telepon langsung di tutup.

Aku terdiam. Sebuah pesan masuk ke Wechat. Aku membuka pesan yang di kirim Mandy. Sebuah foto Ethan bersama wanita yang sama lagi. Pengambilan foto itu agak jauh namun jika di perbesar nampak jelas sosok Ethan di sana. Ethan nampak tersenyum. Dia juga tidak memakai syal yang ku berikan.
Datang pesan lagi dari Mandy. Kali ini foto saat wanita itu melingkarkan syal berwarna putih ke leher Ethan . Kali ini aku benar-benar tidak bisa berkata apa-apa lagi. Hatiku hancur. Mataku mulai memerah tapi aku berusaha menahannya.

Ting! 💬(chat dari Mandy)

💬Mandy : Foto itu ku ambil secara diam-diam. Kebetulan hari ini aku ke Guilin. Tidak menyangka justru akan melihat 'pemandangan' seperti ini. Amie, apa kau baik-baik saja?
💬Aku : Ya, aku baik-baik saja.
💬Mandy : Sebagai teman, aku hanya bisa mengingatkan. Aku tidak ingin kau terluka lebih dalam. Aku hanya bisa berharap masalah ini bisa selesai dengan baik.
💬Aku : Aku mengerti. Terima kasih telah memberitahu ku.
💬Mandy : Jika kau butuh teman bicara, hubungi aku! Malam nanti aku baru pulang.
💬Aku : Iya.

***

Keesokan hari. Mandy masih belum kelihatan di kantor. Aku mengirim Wechat ke Ethan.
💬Aku: Hari ini aku banyak pekerjaan, tidak sempat ke luar makan. Apa nanti sore kita bisa pulang bersama?
💬Ethan : Baik. Aku akan menjemputmu.

Aku melangkah ke luar dari kantor. Di luar sana Ethan sudah menunggu.

" Apa kau menunggu lama? " tanyaku.

" Tidak. Aku baru saja sampai. " jawab Ethan.

Aku memperhatikan syal putih seperti di foto kemarin yang di kenakan Ethan dan diam saja. Kami berjalan pulang bersama.

" Bagaimana pekerjaanmu kemarin? Apa berjalan lancar? " tanyaku basa-basi. Aku ingin tahu apa jawaban Ethan.

" Iya. Semua berjalan lancar. " jawab Ethan yang nampak biasa saja.

" Pasti menyenangkan bisa pergi ke Guilin. " ucapku. Aku merasa kecewa ternyata Ethan tidak jujur padaku.
" Apa lagi bersama seorang wanita. " aku melanjutkan dengan pelan.

Ethan tersentak.
" Apa yang kau bicarakan, Amie? " tanya Ethan. Ia menatapku tajam.

" Aku sudah bicara dengan jelas! Apa aku harus mengulanginya sekali lagi? " tanyaku tanpa sedikit pun menoleh padanya.

Ethan berhenti dan menarik lenganku agar aku menoleh.
" Apa maksud perkataan mu? Aku masih tak mengerti! " tanyanya.

Aku mengeluarkan ponselku lalu menunjukkan foto kebersamaan dirinya bersama wanita itu.
" Apa ini bisa membuatmu mengerti? "

Ethan nampak terkejut.

" Kenapa kau membohongiku? Sepertinya kau lebih suka syal yang di berikan wanita itu! " ujar ku berusaha menjaga nada bicara agar tetap tenang. Aku melanjutkan langkah untuk pergi.

" Bukan seperti itu, Amie. Aku akan jelaskan situasinya padamu. "  Ethan berusaha mengejar.

" Bukan sekali aku melihatmu bersamanya. Dan bukan sekali kau membohongiku. Kau pasti sadar itu! " balasku sengit.

" Tidak, bukan begitu. Aku tidak punya hubungan apa-apa dengannya. Kami hanya sebatas teman! " jelas Ethan.

" Apa teman sedekat itu? " sindir ku.

" Ya.. Tidak juga.. " Kali ini Ethan nampak kelabakan.
" Dia.. Dia mantan pacarku. Dia baru kembali dari luar negeri. Lalu dia mengajakku bertemu. Kami hanya makan bersama seperti teman lama. Tidak ada hubungan apa-apa. " Ethan berusaha menjelaskan.

" Mantan pacar ya?! Pantas bisa sangat akrab. " sindir ku lagi.

Ethan menahan lenganku. Ia menatap mata ku dengan sungguh-sungguh.
" Amie, aku tidak memiliki perasaan apa-apa lagi padanya. Orang yang ku cintai saat ini hanya dirimu! Percayalah padaku! " ucap Ethan dengan sungguh-sungguh.

" Apa benar begitu? " aku masih tak yakin.

" Ya. " Ethan melepas syal dari lehernya.
" Aku akan membuang syal ini sekarang jika kau tak suka. "  katanya.

Tapi aku menahannya.
" Aku tidak ingin kau masuk angin karena aku. Pakailah kembali! " suruh ku.

Ethan menurut memakainya kembali.
" Kau wanita yang baik, Amie. Aku minta maaf sudah membuatmu marah. Kau mau memaafkan ku? " tanya Ethan.

Aku mengangguk pelan.
" Kau akan bertemu dengannya lagi? " tanyaku.

" Sejak dia dan keluarganya pindah ke luar negeri, dia tidak memiliki orang yang di kenalnya di sini. Teman-temannya semua hilang kontak dengannya. Dia juga sedang mencari pekerjaan di sini. Aku hanya membantunya. " jelas Ethan.

" Ohh.. " gumamku..

Ethan marangkul leherku.
" Tidak perlu cemas, ok! " lalu mengecup dahi ku.
Ya, masalah ini di anggap selesai.

...

Mandy datang berkunjung ke rumahku.

" Bagaimana? " tanya Mandy.

" Apanya? " tanyaku balik.

" Kau dan kekasihmu! " jawab Mandy.

" Tidak bagaimana-bagaimana. Dia bilang itu mantan pacarnya dan mereka tidak memiliki hubungan apa-apa. Hanya sebatas teman. " jelasku.

" Oh.. Aku harap benar adanya. Awalnya aku juga kaget saat melihat mereka. Antara ingin memberitahu mu atau tidak. Tapi jika aku tidak memberitahumu, aku akan merasa bersalah. Jadi aku memutuskan memberitahumu. Maaf kalau kau jadi bertengkar dengannya karena aku. " terang Mandy dengan wajah sedih.

" Tidak! Kami tidak bertengkar. " jawabku.

" Oh baguslah. Aku bawakan kue Guihua Gao dari Guilin untukmu. " kata Mandy sambil menyodorkan sekotak kue.

" Ah terima kasih. Kalau begitu kita makan sama-sama ya! " ajakku.

" Kau saja yang makan. Punyaku masih banyak di rumah. Kan aku belikan untukmu! " tolak Mandy.

Aku pun mencicipi kue Guihua Gao yang dibawakan Mandy. Bentuknya seperti kue bulan dan rasanya sangat enak.

*****
Musim gugur telah tiba. Pohon Maple yang berwarna jingga kemerahan nampak sangat indah. Aku berdiri di bawah pohon menikmati pemandangan indah ini. Aku mengeluarkan ponselku. Memotret pemandangan di seberang jalan dengan pohon Maple yang sepenuhnya berubah warna.

" Sayang sekali aku tidak membawa kamera. Seharusnya kita bisa mengabadikan pemandangan ini bersama. " kata Ethan yang baru tiba.

" Kata siapa kita tidak bisa. " aku mengacungkan ponselku.
" Ayo, foto bersama! " ajakku.

Aku mengambil beberapa foto selfie bersama Ethan dengan berbagai ekspresi. Ethan memotret ku saat berdiri di bawah pohon Maple. Aku sangat puas dengan hasil foto Ethan.

Setelah sekian lama tidak menemani Ethan memotret. Minggu ini dia mengajakku ikut ke lokasi pemotretan. Model kali ini ialah sepasang suami istri. Mereka baru merayakan ulang tahun pernikahan yang ke 10 tahun. Sepasang suami istri itu nampak bahagia. Aku hanya memperhatikan dari jauh sampai pemotretan selesai. Ethan menghampiriku dan duduk di sampingku.

" Apa kau merasa lelah? " tanya Ethan.

" Tidak. Bagaimana hasil fotonya? "

" Kau mau lihat? " Ethan menawari.

" Bolehkah? " tanyaku

Ethan lalu membuka kameranya dan menunjukkan slide demi slide foto yang barusan di tangkapnya. Salah satu teman kru Ethan memanggilnya di kejauhan.

" Aku ke sana sebentar ya! Cukup geser ini saja untuk melihat hasil foto berikutnya. " terang Ethan.

" Iya. " jawabku.

Sementara Ethan pergi menemui teman kru-nya. Aku terus melihat satu per satu foto di dalam kamera miliknya. Dan tiba-tiba muncul foto wanita, mantan pacar Ethan. Aku terus menggeser, semuanya foto mantan pacarnya dengan berbagai pose bahkan pose sexy juga ada. Hingga muncul foto keduanya yang begitu dekat. Pipi wanita itu menempel di pipi Ethan, sampai foto wanita itu mencium pipi Ethan. Aku melihat di bawah tanggal foto itu di ambil. Itu beberapa hari yang lalu. Hatiku langsung hancur.
Dari kejauhan nampak Ethan mulai mendekat. Aku segera memindahkan fotonya dan mengembalikan kameranya.

" Bagaimana hasilnya? " tanya Ethan.

" Semuanya bagus. " jawabku berusaha tersenyum.

" Sebentar lagi pemotretannya selesai. Setelah ini kita pergi makan ya! " kata Ethan.

" Ah, aku ingat masih ada yang harus ku bereskan di rumah. Jadi aku harus pulang cepat. Tidak apa kan? " tolakku berusaha terlihat biasa.

" Tidak apa. Kita bisa makan bersama lain kali. " jawab Ethan.

***

" Hatchi! "

Sudah beberapa kali aku bersin pagi ini. Kepala juga mulai terasa pusing.
" Gawat, sepertinya aku masuk angin. "

" Amie, apa kau baik-baik saja? " tanya Mandy yang kebetulan lewat di mejaku.

" Ya, aku tidak apa-apa. Mungkin masuk angin. " jawabku.

Mandy menempelkan telapak tangannya ke dahiku. Terasa agak panas.
" Amie, sepertinya kau demam. Sebaiknya minta izin pulang cepat saja! " usul Mandy.

" Sebentar lagi jam istirahat. Aku selesaikan ini dulu sampai jam istirahat nanti. " kataku.

" Jangan memaksakan diri. Aku akan datang lagi jam istirahat. " ujar Mandy lalu melangkah pergi.

Jam istirahat. Ponselku berdering. Panggilan dari Ethan.
" Ya, Ethan... "

" Amie, aku tunggu di tempat biasa ya! " kata Ethan di ujung telepon.

" Maaf Ethan, hari ini aku agak sibuk. Aku tidak bisa meninggalkan kantor. Lain hari saja ya! " jawabku.

" Mm.. Baiklah! Apa kau baik-baik saja? Suaramu terdengar sedikit berbeda! " tanya Ethan.

" Haha.. Aku tidak apa-apa. Ponselku sedikit bermasalah. Sudah ya, aku tidak mau kerja lembur. Jadi harus segera menyelesaikan semuanya sekarang. Bye! " aku langsung menutup telepon.

" Telepon dari fotografer itu? " tanya Mandy yang entah dari kapan sudah berada di belakangku.

" Eh.. Kau mengagetkan saja! " ujarku.

" Kenapa kau berbohong? " tanya Mandy curiga.

" Aku tidak ingin dia khawatir. Aku akan mengikuti saranmu. Aku mau minta izin pulang sekarang. Rasanya badanku sakit semua. " kataku sambil membereskan meja.

" Ayo, ku temani sampai naik taksi. " ucap Mandy.

Setelah taksi yang di tunggu tiba.
" Kalau ada apa-apa segera hubungi aku ya! " pesan Mandy.

" Siap! " jawabku sambil tersenyum.

Aku masuk ke dalam taksi. Taksi pun melaju pergi. Sampai di persimpangan jalan, taksi berhenti karena lampu merah. Para pejalan kaki mulai menyeberang jalan. Di antara pejalan kaki itu aku melihat Ethan. Lagi-lagi ia bersama mantan pacarnya. Aku terus mengawasi mereka dari dalam taksi. Ethan mengangkat tangannya merangkul pundak wanita itu.
Aku teringat kejadian kemarin. Saat kami pulang bersama, di tengah jalan Ethan di telepon seseorang.

" Sekarang? Oke.. Oke aku akan ke sana! " jawab Ethan pada orang yang meneleponnya.

" Amie , maaf aku tidak bisa mengantarmu sampai di rumah. " kata Ethan dengan wajah tak enakan.

" Tidak apa-apa. Aku pulang sendiri saja, lagi pula sudah dekat. Kau pergilah! " jawabku.

" Maaf ya! Besok aku akan menemuimu saat makan siang. " janjinya. Ia mengusap kepala ku kemudian berjalan pergi.

Aku melihat kepergiannya. Kemudian diam-diam mengikutinya. Ethan masuk ke sebuah cafe. Dari dalam cafe yang terang aku bisa melihat Ethan melalui jendela kacanya. Nampak Ethan mendekati meja di mana mantan pacarnya sedang duduk. Keduanya berpelukan begitu bertemu. Lalu Ethan duduk di depannya. Mereka mengobrol sambil tertawa. Ethan juga terlihat memegang tangan wanita itu. Aku segera pergi.
Sekarang sudah jelas, tidak ada alasan untuk percaya pada Ethan lagi. Seperti yang di katakan Mandy, jangan sampai terluka terlalu dalam.
***

Kesehatanku masih belum membaik. Jadi aku memutuskan untuk tetap beristirahat di rumah. Saat pulang kerja, Mandy mampir sebentar ke rumahku. Ethan tidak menghubungi ku seharian. Aku juga tidak berharap lagi.
Aku kembali bekerja tiga hari kemudian. Sesekali Ethan masih menelepon tapi aku mengabaikannya. Pesan Wechat darinya pun tidak ku balas. Hingga suatu malam, terdengar seseorang sedang mengetuk pintu rumahku. Setelah ku buka, ternyata Ethan.

" Amie, kenapa kau tidak mengangkat telepon dan membalas pesanku? " tanya Ethan.

" Kenapa? Apa kau marah? " aku balik bertanya.

" Amie, ada apa denganmu? Apa kau sengaja menghindariku? " tanya Ethan seolah tak bersalah.

" Jangan tanya padaku. Kau pasti tahu alasannya. " kataku.

" Apa ini karena mantan pacarku? Bukankah sudah aku jelaskan aku tidak punya hubungan apa-apa dengannya? Aku hanya membantunya! " Ethan masih begitu ngotot.

" Berapa kali kau harus menyangkal? Cobalah jujur pada dirimu sendiri! Jika kau masih menyimpan perasaan padanya pergilah, dengannya saja. Aku tidak mau terus kau bohongi seperti ini. Ethan, maaf aku tidak bisa percaya lagi padamu. Kita akhiri saja hubungan ini. Tolong jangan cari aku lagi! " tuturku. Aku langsung menutup pintu rumah.

" Amie, dengarkan aku! Aku tahu kau kecewa! Aku minta maaf. Meski mungkin maaf saja tidak cukup bagimu. Namun jika itu keputusanmu, aku akan menghargainya. Tapi satu hal yang harus kau tahu, aku tidak pernah bohong tentang perasaanku padamu. " seru Ethan dari balik pintu. Namun aku tidak menanggapinya.
" Amie, aku tidak akan mengganggumu lagi! " lanjutnya dengan pelan.

Aku masih berada di balik pintu mendengar semuanya dengan sangat jelas. Lebih baik seperti ini. Lebih baik lepaskan dari pada terus terluka. Air mata mulai jatuh membasahi pipi. Aku membenamkan wajahku, untuk sesaat membiarkan diri larut dalam kesedihan.

*******
...
我以为我的温柔
Wǒ yǐwéi wǒ de wēnróu
Aku pikir kelembutanku

能给妳整个宇宙
Néng gěi nǐ zhěnggè yǔzhòu
Bisa memberimu seluruh alam semesta

我以为我能全力
Wǒ yǐwéi wǒ néng quánlì
Aku pikir diriku bisa mencoba

填满妳感情的缺口
Tián mǎn nǐ gǎnqíng de quēkǒu
Yang terbaik untuk mengisi ruang kosong di hatimu

专心陪在妳左右
Zhuānxīn péi zài nǐ zuǒyòu
Dan selalu berada di sisimu

弥补他一切的错
Míbǔ tā yīqiè de cuò
Untuk mengkompensasi kesalahan yang dirinya buat

也许我太过天真
Yěxǔ wǒ tàiguò tiānzhēn
Mungkin aku sudah terlalu naif

以为奇蹟会发生
Yǐwéi qíjī huì fāshēng
Berpikir bahwa keajaiban bisa terjadi

.....

Lagu masih terus berputar. Aku masih tetap terdiam dengan pandangan ke luar. Mandy datang lalu duduk di depanku. Melihat aku yang tidak menghiraukannya. Mandy kemudian menarik sebelah tali earphone yang terpasang di telingaku.

" Auw.. " seruku.

" Masih memikirkan orang yang sama? " tanya Mandy dengan nada mengejek.

" Apa kau akan mengganti earphone ku dengan yang baru kalau ini sampai putus? " tanyaku sengaja mengubah topik.

" Gampang! Aku bisa belikan sepuluh pasang airbuds jika aku mau! " jawab Mandy dengan enteng.

" Sombong! " cibirku.

" Kau bukannya kembali untuk mengenang masa lalu kan? " goda Mandy.

" Apa aku terlihat menyesalinya? " Aku meminta pendapat Mandy.

" Tidak. Hanya saja terlihat seperti, kau sengaja pergi untuk menghindari sesuatu kemudian kembali untuk mengenang sesuatu. " tukas Mandy.

Memang setelah hari itu aku memutuskan meninggalkan kota Nanning. Aku berharap untuk tidak melihat atau bertemu dengan dia lagi. Tapi aku malah kembali setelah setahun berlalu.
" Aku tidak kembali untuk mengenang. Aku kembali untuk membuangnya. Saat aku pergi, aku meninggalkan setumpuk kertas usang, yang membuat pikiranku terus kembali ke tumpukan itu. Aku ingin membuangnya, memusnahkannya, menyingkirkannya tapi tidak bisa. Karena jauh dari jangkauan tanganku. Makanya aku kembali. Aku ingin mengambil tumpukan kertas usang itu dari tempat asalnya kemudian membuangnya dengan benar. Barulah mejaku akan bersih sepenuhnya dari setumpuk kertas tak berguna itu. Apa kau mengerti?! " aku menerangkan.

" Aku tidak mau memikirkannya. Ucapanmu terlalu berbelit-belit. Asalkan itu membuatmu bahagia, lakukan saja sesukamu! " ujar Mandy tak mau ambil pusing.

Aku menyunggingkan senyum. Aku menyadari satu hal, ketika kau ingin melupakan perasaanmu pada seseorang cara terbaik ialah dengan menghadapinya secara langsung. Karena semakin kau berusaha menjauh, pikiranmu justru tak bisa lepas darinya.

" Amie?! Apa itu kau? " sapa seorang pria yang suaranya sangat ku kenal. Siapa lagi kalau bukan Ethan. Aku menoleh.
" Lama tidak bertemu! " lanjutnya dengan senyum tipis di bibirnya.

" Ya. Tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini, Ethan! " balasku.

Bukankah sebuah kebetulan justru bertemu kembali dengannya di sini? Tumpukan kertas usang sudah di buang ke tempatnya. Tidak ada yang tersisa dari perasaan cinta lama. Masa lalu akan tetap tinggal di masa lalu. Saatnya mulai menulis kisah baru.
-The End-

𝒮𝓉𝑜𝓇𝓎 𝒷𝓎 ErizaYuu

*𝒢𝒶𝓂𝒷𝒶𝓇 𝒹𝒾 𝒶𝓂𝒷𝒾𝓁 𝒹𝒶𝓇𝒾 𝒷𝑒𝓇𝒷𝒶𝑔𝒶𝒾 𝓈𝓊𝓂𝒷𝑒𝓇
*𝒦𝒶𝓇𝓎𝒶 𝒻𝒾𝓀𝓈𝒾. 𝒥𝒾𝓀𝒶 𝒶𝒹𝒶 𝓀𝑒𝓈𝒶𝓂𝒶𝒶𝓃 𝓃𝒶𝓂𝒶 𝒶𝓉𝒶𝓊 𝒸𝑒𝓇𝒾𝓉𝒶 𝒽𝒶𝓃𝓎𝒶 𝓀𝑒𝒷𝑒𝓉𝓊𝓁𝒶𝓃 𝓈𝒶𝒿𝒶.
*𝒥𝓊𝒹𝓊𝓁 𝓁𝒶𝑔𝓊 𝒲𝑜 𝒴𝒾 𝒲𝑒𝒾 (我以为) 𝒹𝒾 𝓃𝓎𝒶𝓃𝓎𝒾𝓀𝒶𝓃 𝑜𝓁𝑒𝒽 𝒳𝓊 𝒲𝑒𝒾 (徐薇)
𝒯𝑒𝓇𝒾𝓂𝒶 𝓀𝒶𝓈𝒾𝒽 𝓈𝓊𝒹𝒶𝒽 𝒷𝒶𝒸𝒶!^^




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wo Yi Wei (我以为) Lirik & terjemahan

Cinta Apa Adanya

Poem: Malam